BANDUNG-RADAR BANDUNG, TERKENAL sebagai salah satu perupa handal di Indonesia, Sunaryo lebih dulu menekuni bidang cetak saring atau sablon. Kemampuannya mencetak gambar diatas kain bahkan sudah diakui beberapa negara yang pernah dijadikan lokasi berpameran Sunaryo. Dalam judul ‘Pameran Cetak Saring Kelompok Decenta’, di sini pengunjung bisa melihat berbagai karya cetak saring yang dibuat Sunaryo dengan teman-teman kuliahnya.
Berlokasi di Ruang Sayap, Galeri Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Sunaryo bersama kelima temannya semasa kuliah mengumpulkan ragam karya cetak saring yang pernah dibuat tahun 1970an. Mereka adalah AD Pirous, Diddo Kusdinar, G Sidharta, Priyanto Sunarto, Sunaryo, dan T Sunanto.
Cetak saring atau lebih dikenal sablon adalah salah satu teknik proses cetak yang menggunakan layar dengan kerapatan tertentu dan umumnya berbahan dasar nylon atau sutra. Layar ini kemudian diberi pola yang berasal dari negatif desain yang dibuat sebelumnya di kertas HVS atau kalkir.

(Foto: Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung)
Pada catatan kuratorial, tertulis keenam seniman ini dipertemukan oleh tawaran pengerjaan elemen estetik untuk sebuah gedung pertemuan besar di Jakarta npada 1973. Dari sana kelompok ini mulai eksis sebagai sebuah perusahaan desain yang tidak cuma menekel pekerjaan elemen estetik, tapi juga pekerjaan desain grafis, interior dan lainnya.
“Sebuah konsekuen dari pertumbuhan ekonomi pada masa awal Orde Baru,” kata Sunaryo di SSAS, Jalan Bukit Timur, Jum’at (21/02). Kendati disibukkan oleh proyek atau perancangan, mereka tetap memiliki waktu untuk berkarya bersama sebagai seniman. Tak jarang mereka juga mendiskusikan berbagai macam hal yang berkaitan dengan berkesenian, terutama identitas atau ideologi berkesenian.
Nama ‘Decenta’ memiliki banyak arti bagi Sunaryo, berdialog dengan masa lalu. Tapi dia lebih suka menyingkatnya dengan kalimat mencari keindonesiaan. Persentasi sederhana ini berusaha menghidupkan kembali semangat berpameran mereka. Tahun 1975, keenam sahabat karib ini menggelar pameran cetak saring pertamanya di Taman Ismail Marzuki dengan judul ‘Pameran Gambar Cetak Saring 1975’.

(Foto: Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung)
Semakin hari, kelompok seniman ini terus berkembang. Berkat pameran cetak saringnya, Decenta berhasil ingat publik seni rupa karena mempromosikan dan menetapkan cetak saring sebagai salah satu teknik dalam perbendaharaan seni grafis di Indonesia.
Tercatat setelah pameran ini, seniman-seniman dalam kelompok Decenta kerap mewakili Indonesia dalam pameran seni grafis dan peristiwa seni penting di mancanegara. Pilihan Decenta terhadap cetak saring senafas dengan semangat zaman. Teknik cetak saring turut melandasi perkembangan signifikan media reklame dan periklanan, saat itu.
Eksperimen mereka terhadap teknik ini sangat intensif dengan keberadaan bengkel cetak saring berfasilitas lengkap dan laboratorium fotografi yang cukup canggih. Karya-karya ini kemudian dihubungkan melalui teknik salin tempel terhadap reproduksi motif-motif tradisional serta ikon-ikon populer yang didapatkan dari majalah.
Karya-karya kelompok Decenta hadir dengan permainan warna yang kaya dan cemerlang. Diimbuhi dengan penumpukan-penumpukan warna yang menghasilkan kepadatan dan gradasi yang rumit.
Teknik cetak saring menjadi jalan pembuka bagi keenamnya melanjutkan berkesenian. Mereka juga diberi peluang untuk bereksperimen dengan teknik dan metode berkarya yang baru, sehingga membuka kemungkinaain terhadap proses berkarya yang lapang dan kaya.
(fid/b)