RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Isu mengenai Gedung Serbaguna (GSG) Arcamanik yang saat ini digunakan sebagai tempat ibadah jemaat Gereja Santa Odilia kembali mencuat dan menuai perdebatan publik. Menanggapi polemik tersebut, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, memberikan klarifikasi sekaligus penjelasan rinci mengenai asal-usul serta status hukum dari bangunan yang kini menjadi sorotan masyarakat itu.
Menurut Farhan, GSG Arcamanik sejak awal memang dibangun atas dasar perizinan sebagai gedung serbaguna. Namun, terdapat hal penting yang kerap terabaikan dalam diskursus publik yakni fakta tanah beserta bangunan tersebut bukanlah milik pemerintah daerah.
Farhan menjelaskan lahan tempat berdirinya GSG merupakan tanah pribadi yang kemudian dihibahkan kepada Gereja Santa Odilia oleh pemiliknya.
“Perlu diluruskan, dari awal izinnya adalah gedung serbaguna. Namun, tanah dan bangunannya berasal dari pihak swasta yang kemudian secara sukarela dihibahkan kepada Gereja Santa Odilia,” jelas Farhan dalam wawancara bersama media, Senin (21/4/2025).
Terkait peralihan fungsi dari GSG menjadi rumah peribadahan, Farhan menekankan pentingnya mematuhi seluruh prosedur hukum dan administratif yang berlaku.
Farhan menyampaikan pihak gereja sebagai penerima hibah harus mengikuti proses perizinan yang sesuai, terutama jika ingin mengubah fungsi gedung secara permanen menjadi tempat ibadah.
“Kalau memang nantinya ada rencana mengubah fungsi dari gedung serbaguna menjadi gereja, ya tinggal ikuti saja proses perizinannya. Semua ada tahapannya,” ujar Farhan.
Sembari menunggu selesainya proses perizinan, Farhan menyatakan GSG Arcamanik tetap dapat difungsikan sebagaimana mestinya, yaitu sebagai fasilitas umum multifungsi. Hal ini, menurutnya, sesuai dengan izin awal yang melekat pada bangunan tersebut.
“Saat ini statusnya tetap sebagai GSG. Maka penggunaannya pun masih bisa untuk berbagai kegiatan sesuai dengan izin semula,” tambahnya.
Namun, Farhan tidak menutup mata terhadap adanya penolakan dari sebagian warga atas penggunaan gedung tersebut sebagai rumah ibadah.
Farhan memahami kekhawatiran masyarakat muncul akibat miskomunikasi terkait kepemilikan gedung. Banyak warga mengira GSG tersebut adalah fasilitas milik pemerintah kota, padahal kenyataannya tidak demikian.
“Saya tegaskan, gedung itu bukan aset Pemkot. Bukan pula termasuk fasilitas sosial atau fasilitas umum (Fasos/Fasum) yang diserahkan ke pemerintah daerah,” tegas Farhan.
Sebagai upaya menjaga harmoni sosial, Farhan juga menyinggung pentingnya aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri yang menjadi acuan dalam pendirian rumah ibadah di Indonesia. Aturan ini, menurutnya, dibuat untuk menjamin keberadaan rumah ibadah tidak menimbulkan konflik horizontal atau penolakan dari warga sekitar.
“Justru dengan SKB 2 Menteri itulah, proses pendirian rumah ibadah dapat berjalan sesuai aturan dan menghindari gesekan sosial,” ungkapnya.
Menurutnya, Pemerintah Kota Bandung pun saat ini memilih untuk menunggu hingga seluruh proses perizinan selesai sebelum mengambil langkah resmi berikutnya. Keputusan lebih lanjut akan ditentukan berdasarkan hasil akhir dari proses hukum dan administrasi yang tengah berjalan.
Ia menambahkan polemik GSG Arcamanik diharapkan dapat disikapi secara bijak oleh seluruh pihak. Farhan mengajak masyarakat untuk mengedepankan informasi yang valid serta saling menghormati dalam menjaga kerukunan di tengah keberagaman Kota Bandung.(dsn)