RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pengalokasian Dana Desa untuk Pendidikan Anak Usía Dini (PAUD) merupakan satu dari delapan prioritas dalam rangka mewujudkan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021. Prioritas ini masuk dalam rumpun Desa Peduli Pendidikan dengan target pendidikan di Desa berkualitas.
Program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa berdasarkan Permendes tersebut antara lain peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui beberapa kegiatan, yaitu: (a) pendidikan tentang pengasuhan anak melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Bina Keluarga Balita (BKB), (b) peningkatan kapasitas bagi Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader posyandu dan pendidik PAUD, dan (c) pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader posyandu dan pendidik pada PAUD yang menjadi kewenangan Desa.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 terdapat sub terkait “peningkatan kualitas sumber daya manusia warga desa” antara lain mencakup: (a) pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana atau prasarana PAUD, termasuk buku, peralatan belajar dan wahana permainan, (b) bantuan insentif pengajar PAUD/taman kanak-kanak/taman belajar keagamaan, taman belajar anak, dan pusat kegiatan belajar masyarakat, dan (c) bantuan biaya operasional penyelenggaraan perpustakaan desa/taman bacaan masyarakat, PAUD, dan taman belajar keagamaan.
Meskipun Menteri Desa dan PDTT telah mengatur bahwa salah satu prioritas penggunaan Dana Desa untuk PAUD, namun kebijakan tersebut belum sepenuhnya terealisasi di lapangan.
Realisasi Dana Desa untuk Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) PAUD itu kini menjadi fokus dan program advokasi HIMPAUDI Jawa Barat. Sebagai wadah PTK PAUD se-Jawa Barat, HIMPAUDI Jawa Barat memiliki panggilan moral untuk memperjuangkan hak-hak anggotanya, terutama terkait insentif.
Realisasi Dana Desa—termasuk Dana Kelurahan—untuk PTK PAUD sangat penting, baik dalam rangka “meningkatkan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak” maupun “meningkatkan kualitas sumber daya manusia warga desa” sebagaimana diamanatkan Permen Desa dan PDTT. Realisasi Dana Desa di Jawa Barat yang kurang berpihak pada PTK PAUD ini tak hanya berdasarkan asumsi atau pengakuan orang perorang di beberapa PAUD, tetapi berdasarkan survei yang mencakup 27 kabupaten/kota.
Jajak pendapat yang melibatkan 947 responden PTK PAUD (multistage random sampling) dan diselenggarakan selama bulan Maret-Juni 2023 ini dengan tujuan utama untuk mengetahui realisasi Dana Desa di Jawa Barat dengan tiga ruang lingkup, yaitu: (a) kondisi dan situasi PAUD baik mengenai status kepemilikan sarana maupun kelengkapan Alat Permainan Edukatif (APE), (b) tingkat partisipasi warga dalam perencanaan dan prioritas alokasi Dana Desa, dan (c) aspirasi PTK PAUD terkait prioritas alokasi Dana Desa, besaran insentif, dan program peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Insentif Minim, Tidak Merata
Berdasarkan hasil jajak pendapat dengan kerangka sampling menggunakan Database PAUD se-Jawa Barat baik anggota maupun bukan anggota HIMPAUDI dan responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka (face to face) ditemukan hal-hal berikut:
Pertama, PTK PAUD umumnya (61 persen) memiliki 3-4 orang anggota keluarga dan sisanya (39 persen) memiliki 5 dan 2 orang anggota keluarga serta belum berkeluarga. Sebagian besar (41 persen) berpendapatan Rp. 100.000-Rp. 300.000/bulan, sebagian kecil (11 persen) berpendapatan Rp. 300.000-Rp. 500.000/bulan, sedangkan sebanyak 22 persen mengaku pendapatannya tidak menentu.
Selain itu, mereka (53 persen) juga mengaku tidak memiliki penghasilan tambahan, sedangkan sebagiannya (43 persen) mengaku memiliki penghasilan tambahan. PTK PAUD yang mengaku memiliki penghasilan tambahan umumnya (21 persen) bersumber dari jasa, seperti kuliner, transportasi, dan penjahit dan sebagian lainnya (17 persen) bersumber dari perdagangan.
Kedua, tempat tinggal PTK PAUD (49 persen) statusnya milik sendiri dan sebagian lainnya (47 persen) pinjam pakai. Meskipun yang memiliki sendiri dan pinjam pakai dalam jumlah yang hampir sama, namun tempat tinggal yang ditempati dalam kondisi layak bahkan sangat layak (97 persen), sedangkan yang mengaku tidak layak sangat sedikit.
Ketiga, status kepemilikan tanah dan bangunan PAUD sebagian (49 persen) milik sendiri, sebagian lainnya (47 persen) pinjam pakai, sedangkan yang tanah dan bangunannya masih sewa atau kontrak hanya 3 persen. Lahan dan bangunan PAUD yang masih pinjam pakai terutama di Kabupaten Indramayu, Kuningan, Majalengka, Cirebon, dan Kota Cirebon. Kondisi ruang belajar atau perkantoran PAUD umumnya (70 persen) layak terutama di Kabupaten Sumedang, Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Sebagian besar (72 persen) PAUD juga memiliki APE dalam dan luar, terutama di Kabupaten Indramayu, Kuningan, Majalengka, Cirebon, dan Kota Cirebon.
Keempat, meskipun mayoritas PTK PAUD (74 persen) mengaku tahu adanya Dana Desa yang dianggarkan Pemerintah, namun kebanyakan dari mereka (66 persen) tidak terlibat dalam Musyarawah Desa (66 persen). Sebagian besar PTK PAUD (67 persen) juga mengaku tahu adanya alokasi Dana Desa/Kelurahan untuk PAUD, yang umumnya untuk insentif PTK PAUD (39 persen), insentif dan bantuan sarana gedung (11 persen), dan insentif, bantuan APE, dan buku (9 persen).
Kelima, PTK PAUD yang mengaku pernah mendapat insentif dari alokasi Dana Desa (51 persen) hampir sama banyaknya dengan yang tidak menerima (49 persen). Penerima terbanyak berada di Kabupaten Indramayu, Kuningan, Majalengka, Cirebon, dan Kota Cirebon. Mereka yang mengaku menerima insentif sebagian besar (51 persen) menerima setahun sekali, sebagian (23 persen) tiga bulan sekali, dan sebagian lainnya (21 persen) enam bulan sekali. Sementara yang mengaku menerima tiap bulan sangat sedikit (5 persen). Adapun besaran insentif yang diterima mayoritas <Rp. 250.000 (78 persen), sisanya dalam kisaran Rp. 250.000- -Rp.1.000.000.
Keenam, tak hanya sebagian besar PTK PAUD mengaku bahwa insentif yang diterima dianggap tidak wajar (63 persen), tetapi juga tidak semua PTK-PTK itu menerima, bahkan sebanyak 46 persen mengaku tidak pernah menerima insentif. Sejalan dengan temuan itu, jenis bantuan yang paling diharapkan adalah insentif untuk PTK PAUD (76 persen) dan selebihnya bantuan sarana gedung (18 persen) serta bantuan APE dan buku (3 persen).
Berdasarkan survei tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar PTK PAUD di Jawa Barat kini dalam kondisi yang kurang beruntung. Tak hanya berpendapatan sangat rendah bahkan tidak menentu, mereka juga umumnya tidak memiliki tambahan penghasilan serta tempat tinggal yang masih dalam status pinjam pakai. Pemberian insentif untuk PTK PAUD tak hanya belum merata, tetapi juga kebanyakan menerima hanya setahun sekali dengan nominal yang sangat rendah, bahkan hampir setengah PTK PAUD di Jawa Barat tidak pernah menerima insentif.
Rendahnya “perhatian” terhadap PTK PAUD merupakan buah dari politik anggaran aparatur Desa yang kurang berpihak pada peningkatan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan di Desa-Desa. Dengan adanya rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih yang sebagian modalnya disebut-sebut dari Dana Desa, maka insentif untuk PTK PAUD yang bersumber dari Dana Desa juga akan semakin langka bahkan mungkin tidak ada.
Keberuntungan kini berpihak pada Guru non ASN yang sudah bersertifikasi akan mendapat tunjangan profesi guru (TPG) dan tunjangan khusus guru (TKG) sebesar Rp 2 juta/bulan. Keputusan tersebut diterbitkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Peraturan Sekretaris Jenderal (Persesjen) Kemendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Guru Bukan Aparatur Sipil Negara Tahun Anggaran 2025.
Dengan minim bahkan tidak adanya Dana Desa serta tidak adanya tunjungan profesi guru dan tunjangan khusus guru bagi PTK PAUD di Jawa Barat, baik karena belum tersertifikasi maupun tidak bertugas di daerah khusus, maka andalannya adalah APBD Provinsi dan Kab/Kota. Anggaran “ramah” PTK PAUD yang bersumber dari APBD akan menjadi “formula” atas minimnya atau bahkan tidak adanya insentif bagi PTK PAUD yang bersumber dari anggaran pemerintah pusat. Harapan ini kini berada di pundak political will Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi—dengan berbagai gebrakannya—dan 27 bupati/walikota se-Jawa Barat. (**)