RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Fenomena urbanisasi ke Kota Bandung kembali mencuat pasca libur panjang Idulfitri. Hingga H+8 lebaran, tercatat sebanyak 610 pendatang non-permanen memasuki Kota Kembang, tren ini menegaskan arus urbanisasi masih menjadi tantangan serius dalam pengelolaan kependudukan dan pelayanan publik di ibu kota Jawa Barat.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung, Tatang Muhtar menyampaikan data tersebut dihimpun melalui pemantauan di sejumlah titik kedatangan seperti terminal dan stasiun. Namun Tatang mengakui, metode tersebut belum mampu menjangkau seluruh jalur masuk ke Kota Bandung. Artinya, jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi dari angka yang tercatat.
“Penambahan penduduk non-permanen memang sangat mungkin terjadi. Namun sampai hari ini, belum ada regulasi pasti yang mengatur pengendalian jumlah penduduk antardaerah. Upaya kami masih sebatas imbauan simpatik,” ujar Tatang saat ditemui, Jumat (11/4/2025).
Tatang menambahkan ketiadaan regulasi yang tegas disebut menjadi hambatan utama dalam mengendalikan laju urbanisasi. Padahal, lonjakan populasi berpotensi mengganggu tatanan sosial dan memperberat beban infrastruktur kota, terutama jika tidak disertai dengan perencanaan yang matang.
Meski begitu, Pemerintah Kota Bandung tidak menutup pintu bagi para pendatang. Wakil Wali Kota Bandung, Erwin menegaskan Kota Bandung tetap terbuka bagi siapa pun yang ingin bekerja, belajar, atau menetap dengan tujuan jelas. Erwin menekankan pentingnya pendataan yang akurat untuk menyusun strategi pembangunan kota yang responsif dan inklusif.
“Pendataan ini bukan hanya mencatat jumlah, tapi juga memetakan kebutuhan dan latar belakang pendatang. Ini sangat krusial dalam menyusun layanan publik yang tepat sasaran,” ujar Erwin.
Menurut Erwin, data urbanisasi akan menjadi fondasi penting dalam merancang berbagai fasilitas umum, mulai dari air bersih, pengelolaan sampah, layanan kesehatan, hingga transportasi dan pendidikan. Dengan data yang terintegrasi, kebijakan yang diambil akan lebih presisi dan berdampak langsung pada masyarakat.
“Bandung adalah kota yang inklusif. Tapi inklusivitas perlu ditopang oleh perencanaan yang baik. Karena itu kami mengimbau para pendatang untuk melengkapi administrasi, terutama sebagai penduduk non-permanen, agar perencanaan kota dapat berjalan optimal,” jelas Erwin.
Erwin pun menambahkan keberadaan para pendatang bukan ancaman, melainkan potensi apabila dikelola dengan baik. Namun potensi ini hanya bisa dikembangkan jika seluruh pihak terlibat dalam sistem yang tertata, termasuk melalui kepatuhan pada administrasi kependudukan.
Tatang Muhtar menyampaikan semakin kompleksnya dinamika urbanisasi, tantangan ke depan bagi Kota Bandung bukan lagi sekadar menampung, melainkan memastikan setiap individu yang hadir turut menjadi bagian dari sistem kota yang sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan.(dsn)