RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Malam kelabu menyelimuti kawasan Gang Satata Sariksa, Jalan Terusan Pasir Koja, Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung. Sekitar 50 kios dan rumah warga di RT 08 RW 04 ludes dilahap api dalam kebakaran hebat yang terjadi Rabu (9/4/2025) malam. Peristiwa memilukan ini terjadi di tengah panasnya sengketa lahan yang belum menemui titik terang.
Ketua RW 04 Sukahaji, Asep Sulaeman mengatakan kebakaran terjadi dalam suasana yang sensitif. Wilayah tersebut tengah menjadi sorotan karena adanya proses pembebasan lahan yang memicu konflik horizontal antarwarga. Meski begitu, Asep mengimbau agar masyarakat tidak terburu-buru menarik kesimpulan.
“Momennya memang sangat tidak pas. Tapi saya mengajak warga untuk tetap menganggap ini musibah. Kita harus selesaikan secara administratif dan hukum, bukan dengan spekulasi,” ujar Asep saat ditemui, Jumat (11/4/2025).
Asep menjelaskan lahan yang terbakar diketahui sedang dalam proses gugatan hukum dengan nomor perkara 119/PDt.G/2025/PN Bandung, dan saat ini statusnya sedang disengketakan oleh seorang pengusaha yang mengklaim sebagai pemilik sah. Sengketa mencuat sejak Februari 2025, ketika seorang pengacara muncul membawa sertifikat tanah yang diklaim milik kliennya.
Asep menambahkan warga di kawasan itu pun terbelah. Sebagian memilih menerima keputusan, namun sebagian besar menolak karena merasa telah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun. Banyak dari mereka telah membangun rumah permanen, membuka usaha, dan membesarkan keluarga di lokasi tersebut.
“Ada lebih dari 300 KK yang tinggal dan berusaha di sana. Mereka bukan pendatang baru, sudah puluhan tahun hidup di atas tanah itu. Sekarang mereka kehilangan semuanya dalam semalam,” ungkap Asep.
Pantauan pasca kebakaran menunjukkan kondisi yang memilukan. Deretan kios rata dengan tanah. Kabel-kabel listrik hangus terbakar, sisa puing berserakan. Warga tampak mencari potongan kayu atau barang yang mungkin masih bisa diselamatkan. Suasana haru dan trauma menyelimuti lokasi.
Salah satu korban, Nur Holis, mengaku tak mengetahui pasti dari mana api berasal. Saat menyadari kebakaran, api sudah membesar di bagian tengah deretan kios.
“Tiba-tiba saja api sudah di atas. Gak tahu asalnya dari mana. Kami langsung panik, nyelametin diri dan apa pun yang bisa dibawa,” ungkap Holis.
Nur Holis juga menyebut, dua unit mobil pemadam kebakaran datang ke lokasi, namun keterbatasan air membuat warga harus ikut turun tangan memadamkan api secara manual. Kebersamaan warga saat menghadapi bencana jadi satu-satunya hal yang membuat mereka tetap kuat malam itu.
“Kalau nunggu mobil isi air, bisa kelamaan. Jadi kami semua gotong royong bantu padamkan api pakai ember dan alat seadanya,” tambahnya.
Yang membuat peristiwa ini terasa semakin janggal, menurut Holis, adalah fakta kebakaran terjadi tepat malam sebelum sidang pertama gugatan lahan digelar.
“Saya juga heran, kok bisa pas waktunya. Hari ini sidang pertama, tapi semalamnya semuanya sudah habis terbakar. Gak tahu ini kebetulan atau apa,” ujar Holis penuh tanya.
Nur Holis menambahkan kebakaran ini menambah daftar panjang persoalan agraria di perkotaan, di mana warga yang telah lama mendiami sebuah lahan harus berhadapan dengan klaim hukum dari pihak-pihak yang memiliki dokumen kepemilikan. Di tengah tumpukan abu dan serpihan sengketa, harapan masyarakat kini menggantung pada keputusan hukum dan langkah nyata dari Pemerintah Kota Bandung.
Menurut Asep Sulaeman warga berharap ada kejelasan, bukan hanya soal kepemilikan lahan, tetapi juga nasib mereka setelah kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Mereka membutuhkan bukan hanya bantuan logistik, tetapi juga keadilan sosial.(dsn)