News

DPC AAI Bandung dan FH UNPAR Gelar Diskusi Publik RUU Hukum Acara Pidana di Gedung Indonesia Menggugat

DPC AAI Bandung dan FH UNPAR Gelar Diskusi Publik RUU Hukum Acara Pidana di Gedung Indonesia Menggugat
Para peserta diskusi publik yang digelar DPC AAI Bandung dan bekerja sama dengan FH UNPAR yang mengkaji RKUHAP foto bersama usai acara di Gedung Indonesia Menggugat Jl. Perintis Kemerdekaan No.5, Kota Bandung pada Rabu (9/4/2025). Foto:Azam Munawar/Radar Bandung

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – DPC Asosiasi Advokat Indonesia Bandung dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan menyelenggarakan Diskusi Publik mengenai Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“RUU HAP”).

Karena demikian tidak jelasnya draf RUU HAP mana yang sebenarnya aktual dibahas oleh DPR di antara berbagai draf yang tersebar di masyarakat, maka tim tidak memilih untuk mempersempit diskusi mengacu pada satu draf saja, melainkan mendiskusikan tiga topik utama yang secara garis besar terdapat pada setiap draf dan mengusulkan aturan seperti apa yang ideal ada dalam UU HAP yang akan datang terkait tiga topik itu.

Topik-topik yang dinilai krusial oleh tim untuk didiskusikan adalah: 1.) keadilan restoratif; 2.) memperbesar akses tersangka/terdakwa yang didampingi penasehat hukum dalam proses peradilan pidana; dan, 3.) kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana umum serta tindak pidana khusus.

Narasumber untuk masing-masing topik ini adalah Agustinus Pohan, S.H., M.S.; Andrea H. Poeloengan, S.H., M.Hum., MTCP.; dan, Dr. R.B. Budi Prastowo, S.H., M.Hum; serta kemudian ditanggapi oleh dua orang narasumber penanggap: Maman Budiman, S.H., M.H., dan Tumpal H. Sitompul, S.H., M.H.

Pertama, tentang keadilan restoratif, sebelumnya pernah diatur dalam beberapa aturan, di antaranya adalah Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (“PERKAP”) dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (“PERJA”).

Dalam kedua aturan yang dimaksud, keadilan restoratif didefinisikan sempit pada tata cara penyelesaian perkara tindak pidana, walaupun dituliskan dalam bunyi teks yang berbeda.

Meski demikian, sebenarnya keadilan restoratif ideal dimaknai sebagai konsepsi tentang keadilan: bagaimana aparat penegak hukum, pemerintah/negara, dan masyarakat secara keseluruhan memandang sistem peradilan pidana, bukan sebatas pada tata cara.

Secara teoritis, paradigma keadilan restoratif dapat dimaknai dalam 3 (tiga) konsepsi, yaitu:

  1. Encounter conception, dengan mempertemukan korban dan pelaku. Keadilan restoratif dimaknai sebagai konsensus antara korban dan pelaku.
  2. Reparative conception, dengan mengutamakan upaya pemulihan bagi seluruh pihak, terutama bagi korban. Keadilan restoratif dimaknai sebagai pemulihan bagi kedua belah pihak.
  3. Transformative conception, dengan mengubah masyarakat menuju masyarakat yang adil. Keadilan restoratif tidak cukup dimaknai sebagai keadilan antara pelaku-korban, tetapi harus juga mencakup keseluruhan masyarakat. Konsepsi yang ini adalah konsep yang paling ideal dalam memahami keadilan restoratif.

Perumusan UU HAP yang akan datang idealnya menganut transformative conception, alih-alih mereduksi keadilan restoratif menjadi semata-mata mekanisme penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan sebagaimana ditemukan dalam RUU HAP. Jika dipahami sebagai mekanisme di luar pengadilan semata, maka keadilan restoratif justru akan berujung ketidakadilan, karena masyarakat tidak benar-benar terlibat dalam transformasi yang dibidik, atau bahkan lebih buruk hanya bersifat transaksional antara pelaku dan korban.

Orientasi keadilan restoratif seharusnya terletak pada kebutuhan, bukan hak, sehingga yang paling penting adalah memulihkan korban-pelaku-masyarakat sesuai kebutuhannya, walaupun ini kurang/lebih dari hak yang dipunyai mereka.

Keadilan restoratif juga seyogianya tidak dipahami sebagai pendekatan yang lunak (soft approach), sebab yang penting bukan mengenai lunak-kerasnya, melainkan soal efektifitasnya. Telah terbukti di beberapa negara, terutama di Skandinavia, bahwa keadilan restoratif adalah pendekatan yang efektif.

Mestinya, keadilan restoratif akan sama efektifnya di Indonesia yang menganut Pancasila, sebab nilai-nilai restoratif timbul jika Pancasila digali lebih lanjut.

Kedua, apakah Tersangka/Terdakwa dan Penasehat Hukum-nya adalah subjek atau objek peradilan pidana? Idealnya, adalah subjek, tetapi dalam norma dan praktik peradilan pidana, seringkali Tersangka/Terdakwa yang didampingi Penasehat Hukum ditempatkan sebagai objek peradilan.

Acara Pidana yang dikehendaki oleh RUU HAP adalah perpaduan antara sistem hakim aktif dan battle model secara seimbang, pun membingungkan bagaimana perpaduan ini hendak dilakukan.

Yang jelas, jika hendak memunculkan battle model, maka pra-syaratnya harus ada equality of arms. Para pihak yang terlibat dalam peradilan pidana harus diberikan modal “persenjataan” yang sama kuat, bukan yang satu mulai dengan akses lebih lengkap dari yang lain.

Penasehat Hukum seharusnya bisa dijamin keaktifannya dalam pemeriksaan Tersangka di tingkat penyidikan, misalnya dengan diberikan akses untuk mengusulkan pada Penyidik untuk memeriksa atau tidak memeriksa satu dan lain hal dari Tersangka.

Tersangka/Terdakwa serta Penasehat Hukum harusnya juga dijamin haknya untuk mendapatkan seluruh Berita Acara sesegera mungkin, selambatnya satu hari sejak ditandatangani. UU HAP mendatang harus bisa menjamin hak-hak ini agar tercipta equality of arms.

Ketiga, berkaitan dengan kewenangan penyidikan, kita mengenal dua model yang masing-masing berada pada dua kutub ekstrem: diferensiasi fungsional dan dominus litis. Diferensiasi fungsional di satu sisi berbicara bahwa harus ada batas tegas pemisahan kewenangan tiap lembaga dalam proses peradilan pidana (penyidikan, penuntutan, peradilan), sementara dominus litis berbicara mengenai jaksa yang memegang peran pemilik/pengendali perkara pidana.

Dalam diferensiasi fungsional, salah satu bahaya yang dihadapi adalah proses peradilan pidana tidak dilihat secara utuh, tetapi dilihat dan dipahami secara fragmentaris, karena penekanan diferensiasi fungsional adalah pada fungsi serta cara bekerja setiap lembaga yang terlibat dalam proses itu.

Dalam dominus litis, penekanannya adalah pada peran sentral Jaksa untuk memastikan bahwa perkara pidana yang sedang diproses, layak untuk diajukan ke pengadilan.

Hukum Acara Pidana yang ideal tidak memihak salah satu, melainkan mengintegrasi secara seimbang antara diferensiasi fungsional dan dominus litis. Kita perlu mengambil kelebihan-kelebihan dari diferensiasi fungsional dan dari dominus litis, membangun model hibrida yang baru dan lebih baik dari yang dianut KUHAP saat ini dengan memanfaatkan tahapan yang sudah ada yakni tahap prapenuntutan: 1.)

Penyidikan dilakukan oleh Penyidik Polri dan PPNS, SPDP sudah diberikan kepada jaksa saat dimulai penyelidikan; 2.) Penuntut Umum dapat memberikan pendapat tentang kualifikasi tindak pidana, mengikat penyidik untuk mempertimbangkannya; 3.) Penuntut Umum dapat meminta laporan pengembangan penyidikan; 4.) Penuntut Umum dapat memberikan usul tentang alat bukti dan/atau barang bukti; 5.) Pra-penuntutan dapat dilakukan secara lebih singkat; dan, 6.) PPNS dan Penyidik Khusus harus berada langsung di bawah Penuntut Umum. Pola tesis-antitesis-sintesis seperti ini kerap dilakukan di Indonesia, termasuk Pancasila yang merupakan sintesis dari pertemuan berbagai ideologi.

Dalam perkara tindak pidana khusus, baik berdasarkan diferensiasi fungsional maupun dominus litis, sebenarnya Jaksa tidak bisa berperan sebagai penyidik. Namun demikian, ini bisa dikecualikan dengan tiga alasan terhadap tindak pidana korupsi (sebagai tindak pidana khusus), yaitu masifnya korupsi yang terjadi secara empiris di Indonesia, reputasi serta pengalaman Kejaksaan yang relatif baik, dan kompleksitas perkara korupsi yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tindak pidana lain.

Karena alasan-alasan itu, diberikanlah pengecualian ini pada Jaksa untuk menyidik perkara tindak pidana korupsi. Tetapi ini menjadi aneh, mengapa hanya tindak pidana korupsi yang dikhususkan untuk Jaksa sebagai penyidik, padahal alasan-alasan yang sama juga bisa ditemukan dalam beberapa tindak pidana khusus lainnya, misalnya tindak pidana perdagangan orang atau tindak pidana pencucian uang.

Kompromi politik hukum ini harus segera bisa disepakati dalam proses pembaharuan KUHAP, bukan melalui undang-undang yang sifatnya kelembagaan/sektoral.

Dengan demikian, UU HAP yang mendatang setidak-tidaknya harus memperhatikan lebih serius isu-isu yang dibahas dalam diskusi publik ini.

Nasib penegakan Hukum Pidana Indonesia bergantung pada Hukum Acara Pidana, maka jangan sampai RUU HAP ini disusun secara tidak matang, apalagi menjadi arena berebut kewenangan antar-institusi/aparat penegak hukum.

Sementara itu, Tenaga Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI, Andrea H Poeloengan, SH, M.Hum, MTCP1 menyampaikan tanggapan tentang RUU KUHAP: tepatnya dalam bab advokat.

Menurut Andrea, dalam pembahasan RUU KUHAP, selain menganalisis dan mendisksusikan tentang isu-isu terkait penyelidikan/penyidikan/penuntutan, pelaksanaan putusan, lembaga pemasyarakatan, orientasi korban, relevansi RUU KUHAP dengan UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP dan keadilan restoratif, dipandang perlu juga memberikan porsi yang cukup besar dalam membahas peran, kedudukan, tugas, tanggungjawab dan kewajiban Advokat.

”Pembahasan tentang Advokat ini, baik sebagai “jembatan” antar sub sistem peradilan pidana, maupun sebagai sub sistem peradilan pidana itu sendiri, yang turut memastikan perlindungan HAM, terwujudnya penegakan hukum yang berorientasi (paradigma) keadilan restoratif, maupun peradilan pidana yang jujur, adil, memulihkan akuntabel dan transparan,” tutur dia.

Beberapa pokok isu yang seyogianya juga segera dibahas dan menjadi norma dalam RUU KUHAP terkait dengan Advokat adalah:

  1. Penggunaan kembali nomenklatur Advokat secara jelas dan tegas dalam RUU KUHAP, bukan menjadikan sebagai Penasihat Hukum yang dapat diemban oleh orang lain selain Advokat;
  2. Penegasan kembali dalam RUU KUHAP bahwa Advokat sebagai penegak hokum sebagaimana pertama diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU 18 tahun 2003 tentang Advokat;
  3. Setiap Warga Negara berhak mendapatkan pendampingan oleh Advokat ketika memiliki potensi dan berhadapan dengan hukum;
  4. Aparat Penegakan Hukum wajib menyediakan penasihat hukum yang berasal dari Advokat yang profesional dan berintegritas untuk setiap Warga Negara ketika memiliki potensi berhadapan dengan hukum;
  5. Adanya sanksi bagi Aparat Penegak Hukum yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menyediakan penasihat hukum yang berasal dari Advokat yang professional dan berintegritas untuk setiap Warga Negara ketika memiliki potensi berhadapan dengan hukum;
  6. Menjadikan batal perkara (tidak dapat memasuki tahap penyidikan/penuntutan/ pemeriksaan pengadilan) apabila Aparat Penegak Hukum yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menyediakan penasihat hukum yang berasal dari Advokat yang profesional dan berintegritas untuk setiap Warga Negara ketika memiliki potensi berhadapan dengan hukum;
  7. Memfungsikan Advokat sebagai pendamping korban dan saksi dalam rangkaian tahapan penuntutan, adalah kewajiban Aparat Penegak Hukum;
  8. Memfungsikan Advokat sebagai “private prosecutor” (penuntut swasta) untuk perrakaa korban berhadapan dengan negara dan perkara-perkara tertentu lainnya;
  9. Memfungsikan Advokat untuk memiliki peran seperti peran yang diemban oleh Pekerja Sosial dan PK Bapas;
  10. Memfungsikan Advokat sebagai Mediator profesional dalam proses Mediasi Penal;
  11. Memfungsikan Advokat sebagai Fasilitator atau Rekonsiliator dalam proses forum yang dipilih dalam mengimplementasikan keadilan restoratif;
  12. Menambah tugas Jaksa Agung sebagai pembina dan pengawas khusus Advokat

dalam bertindak sebagai “private prosecutor”, untuk memastikan kualitas layanan

hukum;

”Untuk itu pula, direkomendasikan agar tidak hanya UU Polri dan UU Kejaksaan yang perlu direvisi, tetapi juga UU Advokat dan UU Pemasyarakatan,” pungkasnya. (**)


Terkait Kota Bandung
Pemkot Bandung Siapkan Bazar Murah di 30 Kecamatan, Dorong Stabilitas Harga Jelang Idul Adha
Kota Bandung
Pemkot Bandung Siapkan Bazar Murah di 30 Kecamatan, Dorong Stabilitas Harga Jelang Idul Adha

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Upaya menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kembali akan menggelar bazar murah di seluruh wilayah kota. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung pada triwulan kedua, tepatnya Mei 2025, dan akan dilaksanakan serentak di 30 kecamatan. Kebijakan ini menjadi salah satu langkah strategis pemerintah daerah dalam menjawab dinamika harga […]

Wamensos Agus Jabo: Kampus dan Mahasiswa Harus Ikut Berperan Tuntaskan Kemiskinan
Kota Bandung
Wamensos Agus Jabo: Kampus dan Mahasiswa Harus Ikut Berperan Tuntaskan Kemiskinan

RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Perguruan tinggi diminta bersinergi dalam upaya pengentasan kemiskinan, melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang relevan di masyarakat. Sinergi ini dapat melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Hal itudiungkapkan Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Republik Indonesia, Agus Jabo Priyono usai menjadi keynote speaker pada Kuliah Umum di Aula Anwar […]

Penyidikan Korupsi PT ENM, Jejak Dana Hilang dalam Skema Subkontrak Ilegal
Kota Bandung
Penyidikan Korupsi PT ENM, Jejak Dana Hilang dalam Skema Subkontrak Ilegal

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Kejaksaan Negeri Kota Bandung bergerak cepat dengan melakukan penyidikan intensif terhadap dugaan korupsi dalam proses penyediaan barang dan jasa. Dua lokasi menjadi titik penggeledahan penting, kantor PT Energi Negeri Mandiri (ENM) di Jalan Jakarta, Kota Bandung, serta kediaman mantan Direktur Utama PT Migas Utama Jabar (MUJ), berinisial BT, yang beralamat di […]

Hanya Digelar 14-15 April, ITB Career Days 2025 Tawarkan Lowongan Pekerjaan dari 30 Perusahaan Ternama
Kota Bandung
Hanya Digelar 14-15 April, ITB Career Days 2025 Tawarkan Lowongan Pekerjaan dari 30 Perusahaan Ternama

RADARBANDUNG.id, BANDUNG – ITB Career Center, di bawah Direktorat Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung kembali menggelar ITB Integrated Career Days 2025 atau Titian Karier Terpadu ITB 2025. 30 perusahaan mulai dari industri perbankan, otomotif hingga pertambangan ikut dalam kegiatan yang digelar pada 14 dan 15 April 2025, di Aula Timur & Campus Center Timur, ITB Ganesha. […]

BPJamsostek Ingatkan Peserta Hindari Calo saat Ajukan Klaim
Kota Bandung
BPJamsostek Ingatkan Peserta Hindari Calo saat Ajukan Klaim

RADARBANDUNG.id, BANDUNG – BPJS Ketenagakerjaan Bandung Bojongsoang mengingatkan peserta atau ahli waris agar menghindari calo saat pengajuan klaim jaminan sosial ketenagakerjaan. Meskipun panjangnya antrian onsite yang ada di kantor. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bandung Bojongsoang, Rizal Dariakusumah mengatakan, mengingat banyaknya kepesertaan hingga ke desa-desa pihaknya tetap menjamin kemudahan pengajuan klaim. Belakangan ini, kata dia, pihaknya […]

location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.