News

Masalah Sistemik Pemkot Bandung Hadapi Lonjakan Sampah dan Pendatang Usai Lebaran

OPERASI SIMPATIK: Operasi simpatik sadar Adminduk di Bandung. Sejumlah penumpang baru turun dari bus untuk melakukan pencatatan kependudukan di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Selasa (8/4). (Foto. Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menghadapi berbagai tantangan pascalibur Lebaran 2025. Lonjakan volume sampah dan arus masuk pendatang menjadi perhatian utama Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan dalam rapat koordinasi bersama jajaran OPD dan kewilayahan, di Balai Kota, Kota Bandung, Selasa (8/4/2025).

Menurut Farhan, sistem pengelolaan kota berjalan relatif stabil, dengan kehadiran pegawai pemerintah mencapai 99%.

“Satu persen sisanya sedang kami cek, datanya ada di ASDA III, di balik angka kehadiran tinggi, Pemkot dihadapkan pada dua isu besar, pengelolaan sampah dan mobilitas penduduk,” ujarnya saat diwawancara, Selasa (8/4/2025).

Farhan mengungkapkan produksi sampah meningkat hingga 11% selama libur Lebaran, dari kuota harian 140 rit. Meski begitu, strategi pengangkutan yang diterapkan Dinas Lingkungan Hidup mampu menjaga kelancaran distribusi sampah.

“Tidak ada gangguan signifikan dalam pengangkutan. Ini patut diapresiasi,” ungkap Farhan.

Namun Farhan menyoroti fenomena baru munculnya sedikitnya 11 titik pembuangan liar di sejumlah ruas jalan.

“Salah satunya di Cicadas. Ini bukan hanya soal volume, tapi juga soal budaya buang sampah sembarangan yang kembali muncul,” ujarnya.

Farhan menambahkan Pemkot akan berkoordinasi dengan lurah, camat, dan RW untuk melakukan pembinaan langsung ke warga.

“Kita minta Pak Wakil Wali Kota juga turun, karena ini butuh pendekatan sosial,” tambahnya.

Farhan membantah tumpukan sampah disebabkan liburnya petugas kebersihan.

“Mereka hanya libur dua hari, 1 dan 2 Syawal. Ini bukan soal teknis, tapi sistemik. Kita harus benahi dari hulu ke hilir,” tegasnya.

Menurutnya, Bandung sebagai kota terbuka tak menutup pintu bagi siapa pun yang datang. Namun, arus masuk pendatang pasca-Lebaran memerlukan perhatian serius.

“Kita tidak bisa melakukan pemblokiran. Tapi yang penting adalah pendataan. Saya minta semua pendatang segera melapor dan mencari pekerjaan resmi,” ujar Farhan.

Farhan menekankan keberadaan pendatang perlu diintegrasikan secara tepat dalam sistem sosial dan ekonomi kota. Hal ini juga berkaitan dengan potensi tekanan pada sektor informal dan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.

Farhan juga mengungkap kekhawatirannya terhadap dampak ekonomi global terhadap sektor industri di Bandung. Kenaikan tarif ekspor dari Amerika Serikat disebut menekan sektor tekstil, alas kaki, dan kimia.

“Saya sedang menunggu laporan data dari pelaku industri. Mudah-mudahan kita bisa segera buka akses pasar ekspor ke negara lain,” lanjutnya.

Selain itu, Farhan menambahkan masalah lain yang mencuat adalah limbah makanan dan bahan organik, terutama yang dibungkus daun cau (daun pisang), seperti lontong, lepet, dan lemper.

“Food waste kita tinggi. Daun caw ini organik, tapi butuh waktu tiga hari untuk terurai. Kita belum punya teknologi penghancur cepat,” ujar Farhan.

Farhan mengajak para akademisi, ahli lingkungan, dan inovator teknologi untuk bersama mencari solusi ramah lingkungan yang bisa diterapkan skala kota.

“Saya undang semua pihak untuk membantu. Ini tanggung jawab bersama,” jelasnya.

Farhan menyambut positif usulan penghapusan plastik sekali pakai dari minimarket.

“Sekarang masih berbayar Rp200, tapi ke depan harus ada tindakan tegas. Plastik daur ulang kita sudah bagus, tapi food waste lebih berat,” pungkasnya.(dsn)

Lihat Versi Lengkap