Lebaran yang Tak Lagi Ramai, Suara Sepi Pedagang Stasiun Kiaracondong



RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Setiap kali musim Lebaran tiba, arus mudik dan arus balik seolah menjadi gairah baru bagi sejumlah sektor informal. Pedagang kecil yang biasa mangkal di kawasan wisata, terminal, stasiun, hingga pinggir-pinggir jalan raya, biasanya menikmati lonjakan pembeli yang membawa berkah tahunan. Namun tidak semua merasakan berkah itu secara merata. Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung, justru tergambar potret berbeda, potret yang sepi, penuh penantian, dan harapan yang menggantung di udara panas siang hari.
Salah satu pedagang, Adjadi yang telah bertahun-tahun menggelar lapak di sekitar area stasiun, duduk bersandar di balik etalase dagangannya. Matanya menatap lalu-lalang orang yang lebih banyak terburu-buru mengejar jadwal kereta daripada sekadar berhenti membeli. Adjadi mengaku, Lebaran tahun 2025 terasa jauh lebih sepi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Sekarang, Alhamdulillah masih ada yang beli. Tapi tetap saja lebih sepi. Enggak seperti Lebaran kemarin, yang dari pagi sampai malam ramai terus,” ujar Adjadi saat ditemui, Minggu (6/4/2025).
Adjadi menyebutkan dalam sehari, hanya mampu meraup omzet antara 500 hingga 700 ribu rupiah. Jumlah itu sejatinya tidak bisa dikatakan buruk, tetapi jauh dari harapan dan jauh pula dari kebutuhan. Dibandingkan Lebaran tahun lalu, pendapatannya kini lebih rendah sekitar 300 ribu rupiah per hari. Di tengah harga bahan pokok yang melonjak tinggi, angka itu tidak lagi cukup untuk menutup biaya operasional maupun kebutuhan rumah tangga.
“Kadang kita tuh enggak takut jualan sepi, tapi takut harga-harga naik. Modal aja udah susah diputer, apalagi untungnya,” ungkapnya.
Menurutnya, Lebaran yang semestinya menjadi waktu panen, kini justru menjadi ujian kesabaran. Tak sedikit pedagang lain di sekitar Stasiun Kiaracondong yang mengalami nasib serupa. Beberapa memilih pulang lebih awal karena dagangan tak kunjung laku, sementara sebagian lainnya tetap bertahan dengan harapan akan ada keramaian mendadak walau hanya sesaat.
Adjadi tak banyak menuntut, berharap agar pemerintah bisa lebih proaktif dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok, terlebih menjelang hari-hari besar keagamaan Idulfitri. Bagi pelaku usaha kecil, kenaikan harga secara tiba-tiba bukan hanya memukul kantong, tapi juga memukul semangat.
“Setiap tahun kan Lebaran pasti datang. Harapannya sih, pemerintah bisa lebih siap. Jangan pas mendekati Lebaran baru harga-harga naik. Itu yang bikin berat buat kita para pedagang,” jelasnya.
Adjadi menambahkan gemerlap mudik dan euforia perayaan, kita yang tetap berjuang, bukan untuk untung besar, tapi sekadar untuk bertahan hidup.
“Dari balik lapak sederhana ini, saya dan pedagang kecil lainnya menggantungkan asa, menanti keajaiban datang dari kebaikan hati sesama dan perhatian dari mereka yang duduk di bangku pengambil kebijakan,” pungkasnya.(dsn)