RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengklaim berhasil mengentaskan status desa tertinggal. Semua ini tercapai karena rencana yang dituangkan dalam RPJMD 2018-2023 terlaksana dengan baik.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jawa Barat, Dicky Saromi mengatakan capaian ini patut dibanggakan. Dalam mengklasifikasikan desa, indeks desa membangun (IDM) ini menjadi kunci dan juga menjadi indikator kinerja utama (IKU) Gubernur Jabar, Ridwan Kamil.
“Tentu ini semua tidak terlepas dari kebijakan sehingga pencapaian itu bisa kita peroleh di tahun 2023 ini,” kata Dicky, dalam acara Diskusi Gaspol bertajuk “Gerbang Desa untuk Jabar Juara, di Hotel Citarum Bandung, Jumat (18/8).
“Indeks desa membangun, siapa yang mengeluarkan? Kementerian desa dengan peraturan menteri desanya nomor 2 tahun 2016 jadi kita gunakan ini sebagai sesuatu yang secara regulasi memang diatur oleh kementerian terkait,” ungkapnya.
Dicky menjelaskan, IDM ini memiliki beberapa tingkatan. IDM desa sangat tertinggal itu 0,49 ke bawah, kemudian 0,49-0,56 itu desa tertinggal, lalu 0,59-0,70 itu desa berkembang, 0,70-0,80 itu desa maju dan 0,81 ke atas itu desa mandiri.
“Oleh karena itu dalam indeks desa membangun ini maka fungsi-fungsi untuk memberikan ketepatan interpensi dan bagaimana kita mengklasifikasikan desa inilah yang menjadi pegangan kita dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pembangunan desa,” katanya.
Dicky menyebut, IDM ini pun memiliki tiga faktor yakni sosial, ekonomi dan lingkungan. Karena desa merupakan indeks komposit, bisa jadi ada desa mandiri yang konsen dan kuat di sektor lingkungannya, ada desa mandiri yang kuat di sosialnya, dan ada desa mandiri yang kuat di ekonominya.
“Jadi ini adalah sesuatu yang kita katakan sebagai satu indeks rata-rata tetapi menjadi pegangan kita semua karena secara rata rata pun menunjukkan bahwa variabel ini sudah cukup baik di desa desa tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jawa Barat, Suhenda menyebut ada kebijakan krusial dari Gubernur Jawa Barat. Yakni, memangkas prosedur di berbagai lini.
Sebelumnya, ada beberapa desa yang ingin dicap sebagai desa tertinggal demi ingin mendapatkan dana bantuan. Padahal dari sisi indikatornya tidak terpenuhi.
Hal itu ditengarai karena mekanisme untuk pengajuan permohonan bantuan desa yang rumit. Bahkan, para kepala desa harus meminta surat rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota.
“Ada mekanisme yang agak ruwet, makan waktu. Maka ketika audiensi dengan Pak Gubernur waktu itu kami memohon ketika ada desa-desa yang dianggap harus dibantu dari sisi pembangunan diluar desa-desa yang masih bagus, PAD cukup besar, tapi ada desa-desa yang harus dibantu oleh Provinsi Jawa Barat. Tapi karena SIPD nya harus direkomendasi kabupaten, ini jadi mandek, susah para kepala desa untuk SIPD itu,” paparnya.
Suhenda berpandangan, sulitnya permohonan bantuan desa saat itu karena ada faktor lain. Salah satunya adalah melihat sejarah pencalonan kepala daerah. Jika satu desa diduga tidak memberikan dukungan saat pilkada, maka bantuan akan sulit diteima.
“Jadi bupati dan wali kota yang ada di Provinsi Jawa Barat semuanya dicalonkan oleh partai, sehingga ketika dianggap para kepala desa yang tidak beraliansi waktu dia mencalonkan, rekom tuh sangat sulit,” ungkapnya.
“Hal ini kami utarakan kepada Pak Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat audiensi. Pak Gubernur saat itu tanya langsung ke Pak Dicky itu produk siapa, kenapa harus rekom dari kabupaten/kota. Udah katanya, hilangkan saja. Alhamdulillah dengan SIPD perubahan sudah langsung dari desa ke provinsi Jawa Barat. Alhamdulillah,” tandasnya. (dbs)