News

Selain Dugaan Pengemplangan Pajak, Kasus Sumedang Juga Terkait Moral Hazard

Radar Bandung - 22/09/2022, 16:00 WIB
OR
Oche Rahmat
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.id – Pengamat ekonomi dan bisnis IPB University Asep Taryana menegaskan, bahwa dugaan pengemplangan pajak yang melibatkan PT DFT di Sumedang, juga terkait erat dengan moral hazard. Dalam hal ini, perusahaan tidak memenuhi unsur 3P ( profit, people, dan planet) sebagaimana konsep bisnis berkelanjutan.

Pertama, kata Asep, secara profit mungkin perusahaan untung. “Tetapi secara people, dalam hal ini kebermanfaatan bagi manusia, perusahaan bisa diduga melakukan moral hazard. Padahal kalau sudah menyangkut moral hazard , tinggal menunggu saatnya saja, seperti bom waktu,” jelas Asep.

“Mungkin dalam tempo singkat belum terasa. Tetapi nanti jika akumulasi keuntungan secara akuntansi sudah ada, maka akan terjadi kekurangan sumber daya air di sekitar. Dan ini akan mencederai aspek people atau kebermanfaatan bagi masyarakat,” urainya.

Sedangkan unsur planet, lanjutnya, perusahaan ditengarai tidak ramah kepada lingkungan. Penyebabnya, karena seperti dugaan semula, bahwa perusahaan juga melakukan pengambilan air dan penjualan ke industri tanpa izin.

Kondisi demikian, ujarnya, diperparah dengan sikap perusahaan yang diduga mengemplang pajak. Padahal jika tujuan perusahaan adalah berbisnis, lanjutnya, PT DFT pun harus membayar pajak sebagaimana perusahaan lain.

“Karena ada penambahan nilai yang dilakukan perusahaan. Tetapi dalam hal ini, perusahaan juga diduga memanipulasi aspek teknikal dan aspek substansi agar pendapatan kelihatan kecil sehingga mengurangi pajak yang dibayarkan,” kata dia.

Menurut Asep, berbagai kondisi tersebut bisa dijadikan indikator bagi birokrasi pajak agar mereka segera bertindak. “DJP Kanwil Jabar diharapkan tidak terlalu lama menunggu, dan segera melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan tersebut,” ujarnya.

Menurut Asep, beberapa upaya yang bisa dilakukan DJP Kanwil Jabar, antara lain melakukan verifikasi NPWP terhadap dua entitas yang melakukan transaksi. Siapa dua entitas tersebut? Pertama adalah PT DFT sebagai perusahaan yang diduga menjual air tanpa izin. Dan kedua, adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan transaksi pembelian air secara business to business (B to B) dengan DFT. Dari sana bisa terlihat, apakah benar terjadi pengemplangan pajak atau tidak.

Seperti pemberitaan berbagai media, dugaan kasus PT DFT di Sumedang memang sudah menyebar hingga skala nasional. Dalam hal ini, selama delapan tahun perusahaan diduga tidak melaporkan pajaknya secara benar dan jauh lebih kecil dari nilai sesungguhnya.

Terkait hal itu, perusahaan ditengarai melanggar UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Pajak Pasal 38 (b). Secara garis besar, pasal tersebut menjelaskan, wajib pajak yang menyampaikan pemberitahuan (SPT Tahunan) tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara, akan dikenakan saksi denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang, atau yang kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar. Atau, sanksi pidana kurangan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

(*)