RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Petani yang masih aktif menggarap lahan produktif didominasi warga berusia tua. Regenerasi menjadi tantangan di tengah anggapan profesi ini tidak menjanjikan.
Berdasarkan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2020, proporsi petani Jawa Barat paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebanyak 36,30 persen. Sementara, petani berusia 30-44 tahun hanya 24,06 persen. Para tenaga kerja di sektor ini mayoritas berpendidikan setara SD ke bawah dengan angka 81,32 persen.
Ditinjau dari data lainnya, penelitian LIPI tahun 2019 menyatakan bahwa profesi petani masih dianggap tidak menguntungkan bagi anak muda. Akibatnya, banyak di antara merka memilih mencari pekerjaan di perkotaan.
Ini bisa berdampak pada jumlah petani terus mengalami penurunan. Secara langsung, hal itu pun bisa berpengaruh pula pada produksi pertanian hingga menimbulkan isu lingkungan.
“Lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya, muncul permasalahan ketidakseimbangan lingkungan,” ucap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Dyah Anugrah Kuswardani usai acara webinar “Transformasi Pertanian Jawa Barat Bersama Petani Milenial, Kamis (7/10).
“Jadi barangkali untuk yang bisa di-push dulu petani milenial yang diperkotaan, yang berpendidikan tinggi sambil dibenahi petani milenial di pedesaan yang pendidikannya rendah,” ia melanjutkan.
Meski begitu, salah satu hal yang bisa meningkatkan optimisme adalah akses internet sudah mulai merata, termasuk di pedesaan. Ini bisa dimanfaatkan dalam mengembangkan usaha berbasis teknologi di sektor pertanian termasuk pemasarannya.
“(Petani) di pedesaan dari sisi pendidikan masih tertinggal, bisa diberikan pembinaan, kursus,” ucap dia.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus memantau perkembangan program petani milenial di beberapa sektor komoditi. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil meminta semua pihak mendukung program petani milenial ini agar tak ada ketimpangan ekonomi di desa dan kota.
Ia menargetkan secara kuantitas, petani milenial bisa mencapai 1.000 orang pada Februari 2022 mendatang. “Butuh kuantitas yang banyak. Harus di 10 kali lipat kan diperbanyak petani milenial ini. Harus mendaftarkan anak-anak ini ke koperasi agar ngasih kreditnya gampang,” kata dia beberapa waktu lalu.