ITB Kembangkan Ruang Isolasi Individu Pasien Covid-19
RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Institut Teknologi Bandung (ITB) kini tengah mengembangkan ruang isolasi individu terkait penanganan Covid-19.
Fasilitas bantuan tersebut dikembangkan dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Prodi Mikrobiologi ITB, V. Sri Harjati Suhardi yang lebih dikenal Renni Suhardi, bersama alumni Yayasan Loedroek ITB.
Renni menerangkan, ruang isolasi individu berukuran 5m x 3m, terdiri atas ruang utama (main room 3x3m) dan ruang antara (ante room, 2×2 m).
Fasilitas tersebut diproyeksikan bagi pasien Covid-19 pada tahap PDP (pasien dalam pengawasan).
“Sementara ruang antara merupakan ruang yang diperuntukkan bagi petugas medis. Ide awal pembuatan ruang ini memang diperuntukkan bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan,” ujarnya dalam siaran persnya.
Secara ringkas, kata Renni, ruang isolasi individu dirancang dengan tekanan negatif. Artinya, tekanan udara dalam ruang isolasi lebih rendah daripada tekanan udara di luar ruang isolasi. Udara dari dalam nantinya diarahkan untuk keluar melewati sebuah filter.
Dengan demikian, udara yang keluar nantinya menjadi aman.
“Dengan desain ini jika terdapat aerosol dari pasien, udara yang ada dalam ruang isolasi akan keluar dari ruangan melewati HEPA Filter, sehingga tidak ada sebaran keluar atau akan menginfeksi orang lain,” terangnya.
Renni menjelaskan, penggunaan ini tidak membahayakan pasien maupun petugas medis karena ruang isolasi ini memiliki sistem desinfeksi menggunakan ozon.
“Modul ini dapat digunakan hingga jangka waktu satu tahun dengan perawatan ruang menjadi tanggung jawab rumah sakit sesuai dengan manajemen APD (alat pelindung diri),” imbuhnya.
Pembuatan ruang isolasi individu sudah berjalan selama enam minggu sejak pertengahan Maret lalu.
Menurut Renni, saat ini sudah masuk dalam tahap pembuatan prototipe. Ruang isolasi tersebut diharapkan dapat juga menjadi solusi bagi pasien yang melakukan isolasi di rumah karena tidak tertampung rumah sakit.
“Konsep pembuatan ruang isolasi individu ini nantinya dapat disesuaikan untuk ukuran rumah dan akan lebih sederhana, tidak harus selalu 5m x 3m,” ujar Renni.
Renni memastikan, meskipun isolasi menggunakan dilakukan di rumah, anggota keluarga lain tetap aman dan tidak terinfeksi apabila ruang isolasi yang dimodifikasi dibuat sesuai prototipe.
“Tidak hanya di rumah, dapat juga digunakan oleh mahasiswa yang indekos dengan tetap mempertimbangkan keberadaan orang yang merawat pasien apabila pasien tinggal di kos,” jelasnya.
“Pada dasarnya penggunaan ruang isolasi ini pun mencegah keadaan pasien bertambah parah. Dengan berada dalam ruang isolasi individu, pasien yang terinfeksi tidak terinfeksi mikroba lain misalnya virus penyebab influenza atau DB,” pungkasnya.
(muh)