RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat menyoroti kasus pencatutan ratusan nama warga penerbitan sertifikat wilayah perairan laut Legon Kulon, Kabupaten Subang. Ratusan hektare lahan laut daerah tersebut diketahui telah bersertifikat, status Sertifikat Hak Milik (SHM) menimbulkan polemik kalangan masyarakat dan pemerintah daerah. Wilayah membentang hingga perairan Desa Patimban, lahan telah terbagi menjadi ratusan bidang SHM melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Koordinator Komisi I, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Ono Surono mengungkapkan total luas laut telah bersertifikat mencapai 462 hektare. Wilayah membentang dari Teluk Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon, hingga perairan Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang. Secara keseluruhan lahan telah terbagi menjadi 307 bidang SHM diterbitkan ATR/BPN Subang melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) tahun 2021.
“Terdapat ratusan nama warga Subang dicatut untuk penerbitan sertifikat tanah dalam program TORA 2021. Ironisnya warga namanya dicatut bukanlah warga setempat, bahkan mereka mengaku tidak tahu memiliki sertifikat laut,” ujar Ono Surono, di Bandung, usai kunjungan kerja ke kantor ATR/BPN Kabupaten Subang, Selasa (11/2/2025).
Ono Surono menyampaikan meskipun status sertifikat laut perairan Kabupaten Subang telah dibatalkan, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) terus menelusuri kasus pencatutan nama nelayan pemilik sertifikat wilayah laut.
Ono Surono menegaskan semua sertifikat yang bermasalah telah dibatalkan BPN Provinsi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung. Pembatalan dilakukan karena penerbitan sertifikat dinyatakan cacat prosedural, cacat hukum, dan cacat administrasi.
“Saat ini, semua sertifikat itu sudah dibatalkan BPN Provinsi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung karena cacat prosedural, cacat hukum, dan cacat administrasi,” jelas Ono.
Ono Surono menegaskan permasalahan tidak boleh berhenti hanya pada pembatalan sertifikat. Komisi I DPRD Jawa Barat meminta agar ada proses hukum menindaklanjuti pihak yang bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat laut Subang, agar kejadian serupa tidak terulang di daerah lain.
“Masalah tidak berhenti di pembatalan saja, tetapi harus berlanjut proses hukum siapa yang bertanggung jawab dalam hal masalah pencatutan nama. Sehingga tidak terjadi lagi kejadian pencatutan nama di wilayah lainnya mengorbankan masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan masih Dibahas di Pansus 5 DPRD Kota Bandung
Kepala ATR/BPN Kabupaten Subang, Hermawan menjelaskan ratusan bidang telah disertifikatkan sebelumnya merupakan daratan. Merujuk peta tahun 1942, akibat perubahan alam dan abrasi, wilayah tersebut kini telah berubah menjadi perairan laut.
“Segala sesuatu bisa terjadi, adanya tanah timbul, tenggelam dan sebagainya,” ujar Hermawan.
Ono Surono menambahkan Komisi I DPRD Jawa Barat bersama ATR/BPN Kabupaten Subang akan terus berkoordinasi menyelesaikan persoalan sertifikasi, kunjungan kerja dilakukan Komisi I DPRD Jawa Barat kali untuk mendapatkan informasi dan masukan langsung ATR/BPN Kabupaten Subang terkait permasalahan sertifikasi tanah menyangkut kepentingan masyarakat, diharapkan ada langkah konkret menyelesaikan sengketa kepemilikan lahan perairan Subang, serta pencegahan terhadap praktik pencatutan nama warga dalam penerbitan sertifikat tanah masa depan.(dsn)