Gas Elpiji 3kg Tak Ada Diecer, Warga Bandung Barat Kebingungan

Ilustrasi Gas Elpiji 3kg. Foto TAOFIK ACHMAD HIDAYAT

RADARBANDUNG.id-Kebijakan baru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral soal pembatasan pembelian gas 3kg di tingkat pengecer per 1 Februari 2025 membuat masyarakat kebingungan.

Pasalnya, saat ini masyarakat mulai kesulitan mendapatkan gas 3kg di warung atau toko yang berada tidak jauh dari kediamannya. Bahkan tidak sedikit masyarakat tidak mengetahui agen atau pangkalan terdekat.

Salah satunya warga Cimareme, Wullan Nurrahmi mengatakan, sebelumnya untuk mendapatkan gas 3kg tidak perlu bersusah payah lantaran ada warung di sekitar rumahnya yang menjual gas elpiji.

“Kalau di warung kan tingga jalan kaki sudah ada, kalau masalah harga yang lebih mahal tidak masalah kan ga harus ngongkos juga,” katanya, Senin (3/2/2025).

Ia menambahkan, bagi masyarakat hal yang terpenting adalah mudahnya mendapatkan gas elpiji untuk memenuhi kebutuhan memasak di rumah. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk bijak dalam menerapkan kebijakan.

“Walaupun niatnya baik harus dipikirkan juga apakah di tingkat masyarakat siap atau tidak. Bahkan apakah pangkalan gas elpiji merata dan dekat dengan lokasi pemukiman masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Disperindag KBB, Ricky Riyadi mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki jumlah pangkalan gas elpiji di Kabupaten Bandung Barat berjumlah 1.033 dan agen 41 unit.

“Memang belum merata dan masyarakat cenderung belum mengetahui pangkalan ada di mana, karena kebiasaan membeli di warung. Dari 2400 RW pangkalan cuma 1033. Harusnya minimal mendekati jumlah RW,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sejumlah persoalan menjadi kendala minimnya keberadaan agen maupun pangkalan di Kabupaten Bandung Barat. Salah satunya adalah dari sisi permodalan.

“Utamanya memperbanyak pangkalan di setiap pelosok. Syaratnya kalau legalitas NIB saja. Cuman yang menjadi kendala bagi warung kecil itu masalah modal jadi pangkalan,” katanya.

“Pusat tidak memperhitungkan itu. Pada kenyataannya satu pangkalan minimal 100 tabung kali Rp100 ribu. Belum modal lainnya,” sambungnya.

Ia menyebut, dalam menerapkan kebijakan ini pemerintah pusat bisa melakukan kajia maupun evaluasi. Pasalnya, saat ini persoalan yang ditemui di tengah masyarakat yakni keterbatasan pangkalan.

“Minimal ada evaluasi, dan dalam evaluasi jelas ada gejolak karena tidak mungkin semua warung bisa jadi pangkalan. Bisa juga untuk minta waktu agar dikembalikan seperti semula sembari menunggu memperbanyak pangkalan,” jelasnya.

“Kebayang yang di pelosok seperti di Gununghalu. Satu desa hanya dua pangkalan. Misalnya biasanya beli di warung Rp23-24 ribu. Sekarang harus beli ke pangkalan dengan harga Rp20 ribu tapi menggunakan ojek. Kan itu ada biaya tambahan,” tandasnya. (KRO) 

 

 

 

 

 

 

 



Iklan RB Display B

Berita Terbaru

Iklan RB Display C




Berita Terkait Kabupaten Bandung Barat


Iklan RB Display D