RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Pemerintah memastikan bahwa status Paulus Tannos adalah WNI.

Meski diketahui dari riwayat, Paulus Tannos telah dua kali mengajukan permohonan pelepasan kewarganegaraan.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas pun optimistis proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar dengan pemerintah Singapura.
Alasannya, kedua negara telah menjalin kerja sama ekstradisi sejak 2022.
’’Yang bersangkutan masih WNI,” tegas Supratman dalam konferensi pers di Kementerian Hukum Rabu (29/1/2025).
Indonesia sendiri menganut asas kewarganegaraan tunggal.
Baca Juga : Prihatin Ada Sekolah Ambruk, Pj Bupati Subang Akan Prioritaskan Perbaikan
Sehingga jika ingin melepas kewarganegaraannya, seorang WNI harus mengajukan permohonan.
Supratman menambahkan, memang Paulus sudah dua kali mengajukan permohonan pelepasan kewarganegaraannya.
Namun, proses itu gagal lantaran yang bersangkutan tidak bisa melengkapi dokumen.
Baca Juga : Sat Pamobvit Polresta Bandung Perketat Pengamanan di Destinasi Wisata Selama Liburan, Ini Titik Prioritasnya
’’Dari riwayat permohonan pelepasan itu diajukan yang bersangkutan setelah KPK melakukan penyidikan kasus ini (e-KTP, Red),” terangnya.
Disinggung soal kemungkinan negara lain mengajukan ekstradisi terhadap Paulus, Supratman mengatakan bahwa itu adalah urusan lain.
Jika pun ada langkah tersebut, hal itu merupakan kewenangan Kementerian Luar Negeri.
Ekstradisi tak ada masalah
Soal kendala ekstradisi dengan Singapura, Supratman menyebut tidak ada masalah.
Sebab, proses itu terkait dengan hak dan kewajiban.
’’Sehingga dalam hal ini, pemerintah Indonesia berkewajiban melengkapi dokumen,” imbuhnya.
Maksimal 3 Maret
Dalam proses perjanjian ekstradisi, pemerintah Indonesia diberi waktu hingga 45 hari sejak penahanan.
Artinya, waktu maksimal syarat tersebut adalah 3 Maret mendatang.
’’Tapi, kami yakin tak sampai menunggu 3 Maret,” ucapnya.
Ekstradisi perdana
Supratman mengakui bahwa proses ekstradisi dengan Singapura baru dilakukan perdana.
Pasca penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura dilakukan pada 2022 dan diratifikasi pada 2023.
Data Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Kemenkum, pengalaman Indonesia melakukan ekstradisi dari berbagai negara baru empat kali.
20 kali
Sementara, negara-negara sahabat yang memohon ekstradisi ke pemerintah RI sudah 20 kali.
’’Tapi, kami yakin dan percaya sebagai negara tetangga dan bersahabat serta punya kepentingan masing-masing di kedua belah pihak, saya yakin dan percaya proses ini,” pungkasnya. (elo/c6/dio/jawa pos)