RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Tercatatkan dalam daftar kota termacet dunia, berdasarkan laporan TomTom Traffic Index 2024, Bandung berada di peringkat ke-12 dari 500 kota di 62 negara di enam benua. Data ini menjadi alarm serius bagi ibu kota Jawa Barat, yang juga dikenal sebagai destinasi wisata favorit lokal maupun mancanegara.

Kemacetan di Bandung semakin parah dari tahun ke tahun, seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi dan tingginya kunjungan wisatawan. Menanggapi situasi ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berupaya keras mencari solusi guna mengurangi kemacetan yang sudah mengakar.
Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, A Koswara, menyatakan bahwa penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu tinggi menjadi faktor utama kemacetan di Kota Kembang. Ia menekankan pentingnya peran masyarakat untuk mendukung program pemerintah dalam beralih ke moda transportasi umum.
“Persoalannya di Bandung ini adalah penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu tinggi. Untuk itu, program utama kami adalah meningkatkan dukungan terhadap transportasi umum,” ujar Koswara saat ditemui, Balai Kota Bandung, Jumat (17/1).
Menurutnya berdasarkan data World Bank, hanya 13 persen masyarakat Bandung yang menggunakan transportasi umum. Angka ini jauh dari ideal untuk sebuah kota besar yang berambisi mengatasi kemacetan.
A Koswara menegaskan sebagai upaya nyata, Pemkot Bandung akan memulai pembangunan sarana transportasi massal, termasuk Metro Jabar Trans (MJT), sebuah sistem Bus Rapid Transit (BRT) yang dirancang untuk meningkatkan mobilitas warga. Proyek ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
“Kalau terus bentrok dengan kepentingan kendaraan pribadi, kapan Bandung akan lepas dari kemacetan, pola pergerakan masyarakat harus diubah dengan mulai menggunakan transportasi umum,” tegas Koswara.
Namun, pembangunan MJT tidak tanpa tantangan. Koswara mengakui bahwa akan ada pengurangan akses jalan untuk kendaraan pribadi demi memberi ruang bagi jalur khusus BRT.
“Ini adalah solusi untuk kita semua. Kalau masyarakat ingin Bandung tidak lagi masuk daftar kota termacet dunia, kesadaran dan dukungan penuh dari masyarakat sangat diperlukan,” tambahnya.
A Koswara menambahkan sebagai kota wisata, kemacetan di Bandung menjadi perhatian khusus. Banyak wisatawan mengeluhkan waktu tempuh yang panjang dan sulitnya mobilitas di dalam kota. Hal ini berpotensi menurunkan daya tarik Bandung sebagai destinasi liburan.
“Bandung adalah kota yang indah dan kaya budaya, tetapi macetnya luar biasa. Kami berharap ada perbaikan sistem transportasi,” ujar Rahadian, asal Jakarta.
Sementara itu, Diah Destiani, warga lokal, menyebut bahwa kemacetan juga berdampak pada aktivitas harian warga. “Kadang untuk perjalanan yang biasanya 15 menit, bisa jadi satu jam. Kami benar-benar butuh solusi,” katanya.
A Koswara berharap dengan proyek MJT yang rampung dalam beberapa tahun ke depan, Pemkot Bandung optimis bahwa masalah kemacetan dapat diminimalkan. Namun, perubahan ini tidak akan berhasil tanpa partisipasi aktif masyarakat.
“Ini bukan hanya tentang pemerintah, tapi tentang kita semua. Kalau kita ingin Bandung lebih nyaman, ayo mulai ubah kebiasaan kita,” tutup Koswara.
A Koswara berharap langkah ini dapat mengubah wajah Bandung menjadi kota yang lebih ramah, nyaman, dan bebas dari predikat kota termacet di dunia.(cr1)