RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung mengambil langkah signifikan untuk memperbaiki wajah kawasan kumuh di bawah Jembatan Pasupati dengan proyek pengecatan mural. Langkah ini menjadi bagian dari upaya revitalisasi kawasan yang sebelumnya tidak terawat, sering menjadi tempat pembakaran sampah, dan dipenuhi gubuk-gubuk liar. Proyek ini dimulai dua minggu lalu dan ditargetkan selesai pada akhir Januari 2025.

Langkah ini diinisiasi sebagai bagian dari upaya mempercantik Kota Bandung dan memberikan kesan estetis pada ruang publik yang selama ini tidak terurus. Kawasan ini sebelumnya sering dipandang negatif oleh masyarakat maupun wisatawan karena citranya sebagai daerah kumuh.
Kasubag Tata Usaha UPT Karees, Diden Riskianto, menyebutkan bahwa proyek mural ini dilakukan secara swakelola tanpa melibatkan pihak ketiga. Pendanaan dan pengadaan material berasal dari Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung. Meskipun proyek ini mencakup sebagian area, harapannya mampu menjadi titik awal perubahan di kawasan tersebut.
“Meskipun masyarakat berharap semua area di bawah jembatan ini dicat, untuk sementara hanya sebagian yang dikerjakan karena keterbatasan waktu dan peralatan,” ujar Diden, Jumat, (17/1).
Menurut Diden, proses pengerjaan mural melibatkan sinergi dari berbagai pihak, 30 personel UPTD operasional wilayah Karees, Cibeunying, Alat Pembengkelan (Alkel), serta Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung. Selain itu, desain mural dikerjakan oleh seniman mural ternama asal Bandung, Kapten John Marthon, yang membuat pola awal sebelum tim UPT melukisnya.
Diden menambahkan salah satu desain mural yang menjadi perhatian adalah burung cangkurileung, yang dikenal sebagai ikon khas Bandung. Gambar ini melambangkan identitas lokal yang kuat sekaligus mengingatkan masyarakat tentang keindahan budaya dan lingkungan.
Diden mengungkapkan untuk mendukung pengerjaan, tim menggunakan tiga crane dan tiga scaffolding guna menjangkau area tiang jembatan yang tinggi. Cat yang digunakan merupakan jenis berkualitas tinggi untuk memastikan daya tahan mural hingga lima tahun.
“Kalau pakai cat murah, satu atau dua bulan saja sudah pudar. Padahal biaya dan tenaga yang dikeluarkan cukup besar,” ujar Dadang Lukis, salah seorang pekerja mural.
Menurut Dadang, saat ini pengerjaan mural telah mencapai 50 persen. Prosesnya memakan ratusan kilogram cat, terutama untuk beberapa bagian tiang jembatan yang luas. Namun, tim menghadapi kendala dalam hal keterbatasan alat.
“Sebenarnya alat yang ada sudah memadai, tapi karena waktu pengerjaan hanya satu bulan, jumlah alat yang tersedia kurang banyak,” ungkap Dadang.
Meski demikian, antusiasme tim tetap tinggi untuk menyelesaikan proyek ini sesuai jadwal. Warga sekitar pun menyambut baik perubahan ini. Damirah, warga Kelurahan Tamansari, merasa kawasan tersebut kini terlihat lebih menarik. Namun, ia menyuarakan kekhawatiran terkait rencana menjadikan area ini taman.
“Mobil-mobil di sini milik warga. Kalau taman jadi dibuat, apakah ada solusi untuk parkir? Akses ini juga penting untuk 3 RW, yakni RW 7, RW 9, dan RW 15,” katanya.
Heru Hermawan, seorang satpam di kawasan tersebut, menilai perubahan ini membawa dampak positif terhadap keamanan dan estetika lingkungan. “Dulu banyak preman dan sampah di sini. Sekarang lebih aman dan enak dilihat,” ujar Heru.
Namun, Heru mengingatkan agar pemerintah tetap mempertimbangkan kepentingan warga sekitar dalam pengelolaan kawasan ini.
Menurut Diden, ia menjelaskan, proyek mural ini bukan sekadar upaya mempercantik kota, tetapi juga menjadi bagian dari program penataan kawasan jalan nasional. Langkah ini melibatkan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota. Sebelumnya, kawasan ini telah menjadi perhatian sejumlah pejabat, termasuk kunjungan tiga menteri beberapa waktu lalu.
Diden berharap proyek ini mampu memberikan citra positif bagi Kota Bandung, tidak hanya bagi masyarakat lokal tetapi juga wisatawan. Mural ini juga akan diresmikan oleh Penjabat Wali Kota Bandung sebagai simbol transformasi kawasan kumuh menjadi lebih tertata dan estetis.
Diden menambahkan bahwa pengecatan mural di bawah Jembatan Pasupati merupakan langkah konkret untuk mengubah kawasan kumuh menjadi ruang publik yang lebih ramah, bersih, dan estetis. Namun, proyek ini tidak hanya berhenti pada aspek visual. Pemerintah perlu memberikan solusi yang komprehensif terhadap berbagai dampak pembangunan, termasuk ketersediaan lahan parkir dan kebutuhan akses warga.
“Proyek ini menunjukkan bagaimana seni dan kolaborasi dapat menjadi alat yang kuat dalam menciptakan perubahan sosial dan lingkungan, sekaligus menginspirasi kota-kota lain untuk mengambil langkah serupa,” pungkas Diden.(cr1/mg1/mg2)