RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Calon Gubernur Jawa Barat dari Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, menggarisbawahi peran krusial masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan di Jawa Barat.
Dedi Mulyadi menegaskan, di tengah laju pembangunan dan urbanisasi yang kian pesat, peran masyarakat adat menjadi garda terakhir yang menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah ini.
“Kita ini butuh hutan, kita butuh mata air, kita butuh lereng-lereng yang ditanami pohon-pohon kuat. Siapa yang paling bisa menjamin keberlangsungan ekosistem? Masyarakat adat,” kata Dedi Mulyadi, Senin (19/8).
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa masyarakat adat tidak hanya menjaga lingkungan dengan pengetahuan tradisional, tetapi juga dengan nilai spiritual yang telah diwariskan turun-temurun.
Dedi Mulyadi menegaskan, keberadaan masyarakat adat merupakan salah satu benteng utama dalam pelestarian lingkungan, di samping upaya pemerintah.
“Selain Kementerian Lingkungan Hidup, masyarakat adat memiliki peran signifikan dalam perlindungan sumber air, pohon, dan konservasi secara keseluruhan,” ujarnya.
Dedi Mulyadi pun mengingatkan bahwa pelindungan yang dilakukan masyarakat adat bersifat menyeluruh karena menyatu dengan kehidupan dan keyakinan mereka. Namun, dia juga menyoroti masalah serius yang dihadapi lingkungan Jawa Barat akibat pembangunan yang tidak terkendali.
Ia mengkhawatirkan kondisi alam di Bandung dan sekitarnya, di mana pembangunan yang masif mulai mengancam keberlangsungan ekosistem. “Bandung harus tetap bersih, teduh, dan dingin. Gunung-gunung tidak boleh gundul. Kita tidak boleh tergoda oleh pembangunan yang mengorbankan lingkungan,” sebut dia.
Baca juga : Golkar Usung Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar dan Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta
Salah satu kawasan hijau di utara Kota Bandung, Punclut misalnya menjadi salah satu titik yang mendapat perhatian khusus darinya. Menurutnya penataan ulan regulasi serta reboisasi di kawasan tersebut akan turut mencegah bencana alam seperti longsor di masa mendatang.
“Punclut harus segera dihijaukan. Kalau tidak, bisa jadi ancaman besar,” ujarnya.
Tak cuma itu, dirinya turut memberi kritik tajam terhadap pengelolaan sumber daya alam yang tidak terintegrasi di beberapa wilayah strategis seperti Ciater. Ia menyebut adanya kerja sama operasi (KSO) yang diberikan secara sembarangan oleh BUMN, yang menyebabkan rusaknya kebun teh yang seharusnya menjadi sabuk hijau di kawasan tersebut.
“Kebun teh di Ciater bukan sekadar untuk produksi, tetapi juga untuk konservasi. Akar pohon teh menancap dalam ke tanah, menjaga kawasan dari bencana longsor,” jelasnya.
Menurutnya, kesalahan dalam tata ruang yang tidak tepat telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, termasuk penambangan batu yang berdampak buruk pada kebun teh dan kebun nanas di sekitarnya.
“Bayangkan, setiap hari daun teh dan nanas terkena debu dari penambangan. Ini tata ruang yang kacau dan harus segera dibenahi,” kritiknya.
Ke depan, Mantan Bupati Purwakarta periode 2019-2023 ini menegaskan perlunya pendekatan yang konsisten dan terintegrasi dalam pengelolaan tata ruang di Jawa Barat. Ia menekankan pentingnya segmentasi yang jelas antara kawasan gunung, penambangan, dan industri untuk mencegah konflik dan kerusakan lingkungan.
“Kalau kita tidak konsisten, yang terjadi adalah kekacauan. Bukan rahmatan lil’alamin, tapi saling bunuh,” tegasnya.
Menurutnya dengan melibatkan masyarakat adat sebagai penjaga utama lingkungan, Dedi Mulyadi optimistis Jawa Barat bisa menjaga keseimbangan ekosistemnya. Ia pun menyerukan agar semua pihak bekerja sama untuk melindungi alam demi generasi mendatang.
“Masyarakat adat adalah benteng terakhir kita. Tanpa mereka, kita akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga,” pungkasnya. (rup)