Tidak Tempati Mina Jadid, Jemaah Indonesia Bisa Bermalam di Hotel

Tidak Tempati Mina Jadid, Jemaah Indonesia Bisa Bermalam di Hotel
ILustrasi Jemaah haji. Jajaran pengurus PBNU menyampaikan hasil kajian fiqih perhajian, untuk merespon perkembangan pelayanan haji terbaru. Foto: Dokumentasi Media Center Haji

RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Jajaran pengurus PBNU menyampaikan hasil kajian fiqih perhajian, untuk merespon perkembangan pelayanan haji terbaru.

Mulai dari aturan mabit di Muzdalifah, sampai dengan mabit di Mina. Untuk mabit di Mina misalnya, jemaah bisa tanazul atau bermalam di hotel.

Tanazul selama ini digunakan untuk pemulangan jemaah lebih awal dari rombongan kloternya.

Baca Juga : Dukung Tugas Jurnalistik, Kapolres Subang Resmikan Ruang Media Center

Jemaah yang mengikuti tanazul, biasanya yang mengalami kondisi khusus seperti sakit atau sejenisnya.

Mereka dipulangkan terlebih dahulu, sebelum kondisi kesehatannya semakin memburuk.

Namun untuk konteks Mina, tanazul adalah pulang ke hotel lebih awal.

Baca Juga : Alumni Akabri 94 Gelar Baksos dan Tanam Pohon Mangrove di Pesisir Pondok Bali Subang

Tetapi hanya sebatas untuk menginap saja. Jemaah tetap melempar jumrah di jamarat.

Katib Syuriah PBNU KH Syarmidi Husna menjelaskan jemaah yang bisa mabit di hotel, hanya berlaku untuk daerah tertentu saja.

’’Yaitu jemaah yang hotelnya berada di kawasan Raudhah dan Syisyah,’’ katanya.

Baca Juga : Komentar Erick Thohir Usai Timnas Indonesia Kalah dari Irak

Pasalnya dua area tersebut sangat dengan dengan jamarat atau lokasi melontar jumrah.

Ketika memilih mabit di hotel, jemaah beserta pembimbingnya tinggal mengatur waktu saja.

Misalnya keluar dari hotel pada jam tertentu, yang memenuhi syarat untuk melaksanakan mabit sekaligus melontar jumrah di Mina.

Pada prinsipnya mabit itu berdiam diri dengan durasi waktu tertentu. Tidak harus menginap dari malam sampai pagi.

Selain itu dia juga menyampaikan otorita Arab Saudi sudah tidak menempatkan jemaah Indonesia di area Mina Jadid atau perluasan wilayah Mina.

Sehingga seluruh jemaah Indonesia berkumpul di Mina.

Ketika tidak diatur sedemikian rupa, dikhawatirkan malah terjadi penumpukan jemaah.

Kemudian untuk mabit di Muzdalifah, Syarmidi mengatakan otoritas Arab Saudi menggunakan skema murur. Yaitu jemaah tidak keluar bus ketika melewati Muzdalifah.

Aturan ini diperbolehkan, jika jemaah lewat di Muzdalifah sudah lewat tengah malam.

Dia menceritakan kondisi di Muzdalifah saat ini semakin sempit.

Karena sedang ada pembangunan toilet untuk jemaah.

’’Saat ini per orang hanya sektiar 0,4 meter saja. Jadi sangat sesak,’’ tuturnya. Adanya kebijakan murur tersebut, mengurangi kepadatan jemaah di Muzdalifah.

Pada kesempatan yang sama Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan jemaah tidak perlu memaksakan menjalankan ibadah dengan berat. Karena fiqih atau norma haji sangat luas dan banyak kemudahan.

’’Sehingga bisa membuat jemaah ringan dalam beribadah,’’ katanya.

Dia mencontohkan para proses wukuf di Arafah, bagi jemaah yang dalam perawatan disiapkan layanan safari wukuf.

Teknisnya jemaah dibawa dengan bus atau ambulan ke Arafah. Idealnya memang wukuf di Arafah berlangsung dari tergelincirnya matahari sampai dengan menjelang maghrib.

Tetapi untuk jemaah yang sakit dan mengikuti safari wukuf, yang penting sudah berada di Arafah ketika matahari tegelincir atau lewat tengah hari sudah cukup. (wan/jawa pos)

 

 

Editor : Azam Munawar

#



Iklan RB Display B

Berita Terbaru

Iklan RB Display C




Berita Terkait Internasional


Iklan RB Display D