PBNU Tidak Mau Diberi Lahan Konsesi Tambang Bermasalah, Bendahara Umum PBNU Diberi Mandat, KWI dan PGI Tegaskan Penolakan

PBNU Tidak Mau Diberi Lahan Konsesi Tambang Bermasalah, Bendahara Umum PBNU Diberi Mandat, KWI dan PGI Tegaskan Penolakan
Ilustrasi pertambangan. PBNU Tidak Mau Diberi Lahan Konsesi Tambang Bermasalah, Bendahara Umum PBNU Diberi Mandat, KWI dan PGI Tegaskan Penolakan. Foto: Dokumentasi Jawa Pos

RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan terus menimbulkan polemik.

Sejumlah organisasi keagamaan menegaskan menolak.

Sementara PBNU, ormas keagamaan dengan anggota terbesar, menegaskan menerima kebijakan itu.

Baca Juga : Listrik di Sumsel, Jambi, dan Bengkulu Pulih 100 Persen

Karena mereka membutuhkan pemasukan untuk urusan umat.

Sikap tegas dari NU itu, disampaikan langsung Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di Jakarta kemarin (6/6/2024).

Dalam penjelasannya, Gus Yahya menyinggung sejumlah aspek.

Selain kebutuhan pembiayaan organisasi, juga aspek potensi konflik, dan kelestarian lingkungan.

Baca Juga : KUR BRI Bantu Usaha Kayu Rotan Bangkit dari Krisis

Urusan konflik tersebut, merespon munculnya sejumlah konflik horizontal di area tambang di sejumlah daerah.

Gus Yahya menegaskan adanya konflik di area tambang itu tidak bisa digeneralisir.

Maksudnya tidak semua area tambang di Indonesia, terjadi konflik dengan masyarakat setempat.

Baca Juga : Ini Langkah OJK Tindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK

’’Ini kan tergantung di mana tempatnya. Kalau misalnya NU dikasih tempat konsesi di tengah pemukiman, ya kita tentu tidak mau,’’ tuturnya.

Termasuk juga ketika diberi lahan konsesi, tetapi di dalamnya masih ada klaim tanah ulayat atau adat, NU juga tidak mau mengambilnya.

Gus Yahya mengakui sejak keluar aturan afirmasi izin konsesi lahan, mereka langsung mengajukan izin ke pemerintah.

Namun sampai saat ini belum ada pengumuman, NU mendapatkan konsesi di daerah mana. Muncul kabar, NU tertarik mengelola lahan batu bara di Kalimantan. Gus Yahya memastikan mereka nanti akan melihat dulu lahan konsesinya.

Jika ternyata masih ada masalah, mereka tidak mau mengambilnya.

Dia juga mengatakan sudah menyiapkan lembaga yang nantinya akan mengelola konsesi tambang tersebut. Wadah besarnya adalah koperasi yang dimiliki oleh seluruh warga NU. Dari koperasi itu, lahir sejumlah bidang-bidang usaha. Seperti gerai ritel yang saat ini sudah berdiri di sejumlah daerah.

Termasuk juga bidang pengelolaan tambang. Gus Yahya sendiri belum menjelaskan secara detail susunan kepengurusannya. Tetapi dia menyebutkan, Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif Ghofur adalah pengusaha tambang. Tentunya memiliki relasi di sektor tambang, yang bisa diajak kolaborasi.

Gus Yahya menegaskan organisasi lembaga atau badan usaha itu sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga bukan milik perorangan. Tetapi di bawah payung NU secara kelembagaan. Termasuk pendapatannya bukan masuk ke kantong pribadi pengurus.

’’Jadi kalau misalnya saya sudah tidak jadi Ketua Umum, perusahaan itu tidak bisa saya bawa pulang. Tetap milik NU,’’ tuturnya.

Selain itu memastikan badan usaha itu nantinya bekerja sesuai regulasi. Tidak boleh menabrak aturan yang berlaku di Indonesia. Selain itu juga tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Gus Yahya menegaskan PBNU menerima kebijakan pemerintah itu, karena memang butuh.

Dia menegaskan PBNU bekerja untuk umat. PBNU lahir bukan supaya umatnya menjadi kurus-kurus.

Tetapi menjadi umat yang berkualitas. Sehingga PBNU selain urusan keagamaan, juga menjalankan fungsi kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan lainnya.

Semua kegiatan itu membutuhkan dukungan pembiayaan. Gus Yahya mengatakan dalam forum PBNU di Jogjakarta beberapa waktu lalu, diputuskan PBNU harus memiliki sumber pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan atau lumintu. ’’Tidak boleh sekali dapat langsung habis,’’ tandasnya.

Lewat pengelolaan tambang itu, akan menjadi sumber pendanaan yang lumintu.

Gus Yahya mengatakan di urusan pendidikan, masih terbuka upaya untuk peningkatan pelayanan. Dia mencontohkan di Pesantren Lirboyo Kediri dengan jumlah santri mencapai 43 ribuan orang. Di pesantren tersebut, memiliki kamar yang ukurannya 3×3 meter persegi dan untuk 60-70 orang santri.

’’Sehingga kamar itu hanya dipakai menaruh barang santri,’’ katanya. Santrinya memilih tidur di selasar madrasah, di masjid atau lainnya. Contoh lainnya banyak guru-guru di TK atau RA yang dikelola Muslimat NU yang bergaji minim. Ada yang hanya digaji Rp 150 ribu per bulan. Jika hanya mengandalkan pemerintah, urusan pesantren dan guru TK tersebut lama terselesaikan.

Gus Yahya menegaskan PBNU membutuhkan sumber pemasukan. Kemudian mengelola tambang itu juga menjadi sumber pendapatan yang sah dan halal. Meskipun butuh proses. Dia mengatakan kebijakan ini bukan seperti PBNU mendapatkan nasi bungkus, kemudian langsung bisa dimakan.

Di bagian lain Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom menyampaikan dirinya memang mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi tersebut. Tetapi dia meminta publik tidak memahaminya bahwa PGI sedang menyediakan diri untuk ikut dalam pengelolaan tambang.

Dia menegaskan sejak awal menyampaikan lembaga keagamaan memiliki keterbatasan untuk urusan itu.

’’Saya juga mengimbau lembaga keagamaan untuk fokus pada pembinaan umat,’’ tuturnya.

Gomar mengatakan dirinya menghormati keputusan lembaga atau ormas keagamaan yang memilih memanfaatkan kesempatan dari pemerintah tersebut.

’’Tetapi menyangkut  PGI sendiri, kami belum memiliki sikap resmi,’’ katanya. Dia menuturkan PGI justru sedang mengkaji kebijakan tersebut, karena masih diliputi beragam kontroversi. Dia menegaskan bahwa urusan tambang, bukan menjadi bidang pelayanan PGI. Benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI.

Di sisi lain, Gomar mengatakan selama ini PGI justru aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan. Termasuk korban usaha tambang di sejumlah daerah. Sehingga jika ikut menjadi pelaku usaha tambang, berpotensi menjadikan PGI berhadapan dengan diri sendiri. Dan akan sangat rentang kehilangan legitimasi moral.

Di bagian lain suara dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), organisasi uskup-uskup gereja Katolik di Indonesia, disampaikan Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan WKI Rm Marthen Jenarut. ’’Prinsipnya KWI tidak akan mengambil tawaran sebagai pemegang WIUPK/IUP Pertambangan. Karena KWI konsisten pada urusan keagamana, pewartaan, dan pelayanan,’’ katanya kemarin.

Dia menyampaikan KWI memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan. Dengan agenda utamanya adalah melakukan pewartaan dan pelayanan untuk terwujudnya tata kehidupan yang bermartabat. Dia menjelaskan KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian. Sehingga segala tindakan dan keputusan yang diambil, tidak bertentangan dengan prinsip pelayan Gereja Katolik.

Marthen mengatakan KWI sebagai lembaga keagamaan lebih memilih untuk memantau secara kritis dan bijak berbagai realitas pembangunan yang sedang berlangsung. KWI terus menyuarakan pembangunan yang berkelanjutan. Kemudian pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan. (wan/jawa pos)

 

 

Editor : Azam Munawar

#



Iklan RB Display B

Berita Terbaru

Iklan RB Display C




Berita Terkait Nasional


Iklan RB Display D