RADARBANDUNG.ID, JAKARTA — Universitas Gadjah Mada (UGM) terus menambah jumlah guru besarnya. Tahun ini, selama periode Januari hingga Agustus 2023, sudah 50 guru besar baru yang berhasil dicetak oleh UGM.
Direktur SDM UGM Suadi menuturkan, 50 guru besar baru tersebut berasal dari 14 fakultas di UGM. Adapun rinciannya mencakup Fakultas Ekonomika dan Bisnis (1); Farmasi (3); Fakultas Geografi (3); Fakultas Ilmu Bidaya (1); Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1); Fakultas Kedokteran Gigi (2); Fakultas Kedokteran Hewan (3); Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (4); Fakultas Kehutanan (4); FMIPA (3); Fakultas Pertanian (5); Fakultas Peternakan (2); Fakultas Teknik (17), dan Fakultas Teknologi Pertanian (1).
“Data per Agustus 2023 ini ada penambahan 50 orang guru besar. Dengan begitu, sampai saat ini terdapat 415 guru besar aktif di UGM,” ungkapnya.
Jumlah tersebut pun, kata dia, masih akan terus bertambah. Pasalnya, masih ada lebih dari 40 orang tengah berproses lebih lanjut dan diharapkan bisa segera meraih guru besar di 2023.
Diakuinya, jumlah guru besar di UGM terus mengalami pertambahan signifikan sejak akhir tahun 2022 lalu. Jika dibandingkan dengan dua tahun terakhir, penambahan di tahun ini pun terbilang cukup besar. Sebelumnya, di tahun 2021, penambahan guru besar baru mencapai 19 orang. Sementara, di 2022, sebanyak 41 orang dosen yang mendapat gelar profesor tersebut.
Capaian tersebut, menurut dia, tak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan kampus untuk mempercepat proses kenaikan pangkat/jabatan dosen. “Secara internal UGM telah membangun dashboard untuk memetakan posisi capaian dosen terkait kinerja pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat (tridarma),” jelasnya.
Selain itu, UGM melakukan perbaikan proses administrasi pengurusan Penilaian Angka Kredit (PAK) dan kerja kolektif antar dosen, departemen, fakultas, dan universitas. Bahkan, guna mendukung proses tersebut, kampus menyelenggarakan workshop khusus untuk pengerjaan berkas administrasi.
Kerja kolektif lintas unit dinilai turut ambil andil mempercepat proses. Sebab, pertukaran informasi, pengetahuan, dan pengalaman terkait pengelolaan administrasi kenaikan pangkat jabatan jadi dapat dilakukan dengan baik.
Berikutnya, lanjut dia, UGM mengembangkan bagan alur proses penilaian angka kredit mulai dari pengajuan oleh dosen hingga persetujuan Senat Akademik. “Kami coba komunikasikan service level agreement untuk setiap proses pengajuan. Misal terkiat lama proses di fakultas, di validator, dan lainnya,” jelasnya.
Penambahan guru besar yang signifikan dikatakan Suadi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Khususnya, PermenPANRB No.1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Suadi mengungkapkan, meski menimbulkan “keriuhan”, Permen ini juga telah mendorong dosen untuk segera mengurus pangkat agar tidak terkena dampak negatifnya. Dosen akhirnya memeriksa capaian Angka Kredit agar dapat dilakukan pengajuan kenaikan pangkat jabatan atau pengakuan angka kredit.
“Dosen itu memiliki banyak karya tapi sering terkendala oleh masalah administrasi dalam mengurus jenjang karier mereka,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia berharap, penambahan guru besar baru ini mampu mempercepat rencana strategis UGM untuk meningkatkan reputasi kampus. Berbagai kinerja akademik baik publikasi maupun inovasi yang dihasilkan pun ditargetkan untuk dapat mendorong hilirisasi. Sehingga manfaatnya yang dirasakan langsung oleh masyarakat luas.
“Dengan begitu keberadaan UGM dapat mengakar kuat di masyarakat,” tegasnya. Selain itu, penambahan guru besar ini menjadi bukti komitmen UGM dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yang sejalan dengan sasaran tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Dengan begitu dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di Indonesia. (mia/jp)