RADARBANDUNG.id – Desakan terhadap penegakan hukum dugaan kasus Sumedang terus bergulir. Kali ini, pengamat perencanaan wilayah Izaac Tonny Matitaputty mengingatkan, bahwa belum adanya kejelasan hukum terhadap dugaan kasus pengambilan air sekaligus penjualan secara komersial ke industri tanpa izin oleh PT DFT, bertentangan dengan visi pembangunan Presiden Jokowi.
“Dalam periode kedua ini, salah satu penjabaran visi Presiden adalah soal pemanfaatan tata ruang air. Persoalan air menjadi penting, karena jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi kendala nasional di masa mendatang. Itu sebabnya, kasus Sumedang harus ditegakkan, agar menjadi contoh positif bagi daerah lain,” kata Izaac kepada media hari ini.
Izaac mengingatkan, air menjadi bagian penting bagi negara. Dalam perencanaan wilayah pun, yakni pada saat menggunakan lahan, air menjadi penentu untuk memenuhi kebutuhan manusia.
“Artinya, ke depan manusia akan bertambah terus dan lahan akan semakin terpakai. Jika terdapat pelanggaran izin terhadap pemanfaatan mata air misalnya, maka akan berdampak sangat buruk bagi perkembangan manusia Indonesia sendiri,” urainya.
Izaac menegaskan, persoalan air memang sangat penting. Jika tidak dikelola dengan baik, termasuk adanya pembiaran terhadap berbagai kasus perizinan pemanfaatan air, maka akan berdampak sangat buruk. “Kita tidak mau seperti Singapura yang harus mengimpor air dari Malaysia kan?” tegasnya.
Itu sebabnya, tidak ada pilihan bagi aparat penegak hukum, selain harus menuntaskan berbagai kasus pelanggaran pemanfaatan sumber air. Termasuk yang saat ini menjadi sorotan publik, yaitu dugaan kasus pengambilan air tanpa izin sekaligus penjualan kepada industri tanpa izin oleh PT DFT di Sumedang. “Hukum harus ditegakkan, sekecil apapun pelanggarannya. Apalagi dalam Undang-Undang tentang Sumber Daya Air sudah menyebut ancaman pidana,” kata dia.
Izaac menambahkan, UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, memang menyebutkan bahwa perusahaan yang melakukan pengambilan air dari sungai atau mata air dan kemudian dijual ke perusahaan-perusahaan atau industri-industri, memang harus memiliki izin.
Dalam Pasal 49 ayat (2) UU tersebut, misalnya, dikatakan bahwa penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin. Dan jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.
“Makanya, semakin cepat kasus ini ditangani tentu semakin baik. Hal ini sekaligus bisa menjadi pembuktian bagi aparat penegak hukum,” pungkas Izaac.
Kasus Sumedang sendiri, memang sudah menjadi isu nasional. Terlebih dalam kasus tersebut, juga diduga merugikan keuangan negara. Besarnya potensi kehilangan pendapatan negara sendiri, bisa didasarkan atas data yang dikeluarkan PT DFT. Melalui situs perusahaan tersebut, tertulis bahwa debit pemakaian oleh sejumlah industri besar, adalah 4.896 m3 per hari. Dengan asumsi bahwa PT DFT menjual kepada konsumen Rp10.000/m3, maka dalam sehari dugaan kerugian sekitar Rp48juta. Artinya, dalam setahun, dugaan kerugian adalah 365 x Rp48 juta atau sekitar Rp17,5 miliar per tahun.
Bahkan, sebelumnya anggota DPR RI TB Hasanuddin menduga, potensi kerugian negara tersebut mencapai Rp200 miliar selama delapan tahun, yaitu sejak 2014 hingga 2022.