“Persamaan kedua, memang mayoritas pemilih di Filipina itu berasal dari kalangan muda. Kemungkinan nanti juga sama di Indonesia pada 2024 di mana mayoritas pemilih kita juga adalah mereka yang berusia muda,” jelasnya.
Menurutnya, dengan kesamaan-kesamaan itu, kita perlu khawatir karena memang ada semacam short-term memory dari pengguna media sosial, bahwa mereka terkesan mereka cepat lupa ingatan. Meskipun masa lalu Marcos ini pernah jadi diktator, tetapi ketika putranya melakukan pencitraan di media sosial, dengan mungkin disrupsi informasi dan lain sebagainya.
Dan juga masyarakat pemilih muda, mereka ini tidak mengalami pada mada diktator itu berkuasa jadi memang akan mudah terpengaruh oleh kampanye-kampanye di media sosial yang meskipun itu hanya pencitraan.
Baca Juga: Survei LSI: Mayoritas Publik Menolak Pemilu 2024 Ditunda
“Ini memang jadi tantangan terbesar bagaimana nanti kita menghadapi Pilpres jika kita berkaca dari pengalaman Filipina yang baru saja memenangkan Marcos Jr,” paparnya lebih lanjut.
Sementara itu, Survei terbaru LSI Denny JA itu juga mengungkapkan bahwa untuk kantong suara di komunitas digital, poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) unggul.
Baca Juga: KPU Pastikan Tahapan Pemilu 2024 Dimulai Juni Tahun Ini
“Kalau kita lihat sekarang ini, ada tiga poros kekuatan utama, yakni PDIP dengan satu partai saja, juga ada koalisi yang sudah solid yakni KIB dan juga ada koalisi yang diprakarsai Gerindra dan mungkin juga PKB sebagai poros ketiga,” jelas Ade.
“Memang dari tiga poros tadi, untuk kantong suara netizen ini yang lebih unggul adalah KIB. Kenapa? Mungkin kalau kita lihat dari segmentasinya, pengguna media sosial rata-rata adalah mereka yang berasal dari perkotaan dan juga berpendapat tinggi,” sambungnya.
“Untuk PDIP ini mereka unggul di kantong-kantong suara wong cilik, karena memang PDIP ini mengkampanyekan sebagai partai wong cilik. Untuk koalisi Gerindra PKB ini lebih unggul ke pemilih muslim. Jadi memang, dua koalisi ini yang belum unggul di segmen pemilih digital. Jadi mereka harus menargetkan segmen ini,” papar Ade.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa jika poros lain ingin menyalib KIB dan merebut suara di kantong pemilih digital, maka mereka harus mengkampanyekan narasi-narasi yang sesuai dengan tipikal atau segmen masyarakat berpendidikan dan penghasilan tinggi.
“Begitu pun juga dengan KIB, jika ingin merebut suara dari kantong suara wong cilik, narasi-narasi harus disesuaikan dengan wong cilik. Demikian juga dengan kantong suara pemilih muslim,” demikian Ade. (jawapos)