RADARBANDUNG.id – RENCANA pemerintah menerapkan pajak sembako berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memicu kontroversi.
Pengenaan pajak sembako itu berdasarkan Revisi Undang-Undang No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Dalam Pasal 4A RUU KUP, sembako ternyata dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN.
Hal ini berbeda dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Dalam aturan tersebut, sembako dianggap sebagai barang yang sangat dibutuhkan rakyat sehingga tidak dikenakan PPN. Rencana penerapan pajak ini mendapat tentangan banyak pihak.
Alasannya, sembako adalah barang kebutuhan pokok sehari-hari yang dicari masyarakat dan industri makanan serta minuman.
Banyak pula pihak yang memprediksi kebijakan ini bakal memberikan dampak buruk pada perekonomian masyarakat dan nasional.
Berdasarkan draft RUU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), terdapat 13 jenis sembako yang dikenakan PPN.
Sementara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan opsi tarif pajak sembako. Salah satunya adalah opsi pengenaan tarif satu persen.
Akan tetapi, ada yang menyebutkan bahwa tarif PPN sembako ini bakal dikenakan hingga lima persen.
Berikut daftar sembako yang akan dikenakan pajak
- Beras dan Gabah
- Jagung
- Sagu
- Kedelai
- Garam konsumsi
- Gula konsumsi
- Daging
- Telur
- Susu
- Buah-buahan
- Sayur-sayuran
- Ubi-ubian
- Bumbu-bumbuan
Penolakan dari IKAPPI
Terkait ini, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pengenaan Pajak.
Mansuri menyatakan, selama pandemi Covid-19 berlangsung pedagang mengalami penurunan omzet di atas 50 persen.
Menurutnya, pengenaan PPN akan memukul daya beli masyarakat dan berimbas pada pedagang kecil. “Kami minta untuk sembako tidak dikenakan PPN,” ujar Mansuri kepada JPNN.com, Kamis (10/5).
Mansuri menyebutkan saat ini pedagang sedang dalam masa pemulihan ekonomi. Namun, belum sepenuhnya, karena omzet belum kembali seperti semula.
Baca Juga: Sembako Kena Pajak, Begini Penjelasan Sri Mulyani
“Kami kesulitan jualan karena ekonomi menurun dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN lagi, gimana tidak gulung tikar,” ungkapnya.
Ia pun menilai kehadiran PPN pada bahan pokok tidak adil, mengingat hasil bumi bebas dari pajak tersebut. “Enggak masuk akal, kok sembako kena PPN,” ujar Mansuri.
Ia pun menilai kehadiran PPN pada bahan pokok tidak adil, mengingat hasil bumi bebas dari pajak tersebut. “Enggak masuk akal, kok sembako kena PPN,” ujar Mansuri.
(pojoksatu/jpnn/rb)