RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) berupaya agar setiap daerah bisa mengelola ladang minyak marjinal Pertamina. Selain itu, mereka meminta transparansi pemerintah pusat dalam pengelolaan dana bagi hasil pengelolaan minyak dan gas (migas).
Hal ini mengemuka dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Sosialisasi Hasil Musyawarah Nasional (Munas) IV ADPMET yang digelar di Hotel Opi Wyndham, Jalan Gubernur HA Bastari, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (3/6/2021).
Ketua ADPMET, Ridwan Kamil mengatakan ada ribuan ladang minyak marjinal atau sumur minyak tua di berbagai daerah di Indonesia yang sudah tidak dikelola oleh Pertamina.
Padahal, jika pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), akan ada kebermanfaatan yang bisa didapatkan.
“Apa yang terjadi jika kita tidak diperjuangkan. Oleh Pertamina tidak dikelola, dikasihkan ke kita tidak, akhirnya diokupasi ilegal oleh masyarakat-masyarakat, organisasi-organisasi. Harusnya kita dapatkan hak, mau kita tertibkan kita tidak memiliki kewenangan, tapi kegiatannya ada,” kata Ridwan Kamil.
“Itu kita mungkin kelasnya puluhan miliar (rupiah). Kalau untuk Pertamina terlalu kecil, tapi bagi kami bisa jadi puskesmas, jembatan, alun alun, bansos (bantuan sosial), kan lumayan. Duit itu akhirnya gak jelas, padahal kan minyaknya ada,” sambungnya.
Upaya ADPMET untuk mengambil alih pengelolaan ladang minyak marjinal akan dilakukan pada tahun ini. Meski ia menyadari hal itu prosesnya tidak akan mudah.
Selain itu, dalam Rakernas dibahas mengenai perhitungan dana bagi hasil dari pemerintah pusat belum transparan.
“Jadi gini, kalau ada ladang minyak di daerah-daerah itu kan uangnya ke pusat dulu, dari pusat nanti ada persentase ke daerah, itu namanya dana bagi hasil, beda- beda tiap daerah. Itu pun masih menjadi masalah karena neraca pengeboran itu kadang-kadang tidak transparan. Kata pusat bilangnya (hasil pengeboran) sekian, padahal ternyata lebih banyak, sehingga dapat ke daerahnya sedikit,” ucap dia.
Ridwan Kamil menyebutkan bahwa dana bagi hasil tersebut sangat dibutuhkan pemerintah daerah untuk mendukung program pembangunan.
Lebih lanjut pria yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat ini juga mengatakan bahwa tahun 2050 mendatang, Indonesia sebenarnya sudah dapat melepaskan diri 100 persen dari ketergantungan minyak bumi dan menggantinya dengan sumber energi terbarukan.
Oleh karena itu, seluruh anggota ADPMET diminta mulai mengeluarkan kebijakan penggunaan fasilitas bertenaga energi terbarukan, seperti mobil listrik.
“Sekarang mungkin terlihat masih mahal investasi awal, itulah perlunya political will. Jangan ngitung-ngitung dengan harga sekarang, ya mahal karena lama-lama kita ketinggalan karena Asean, Swedia itu audah hampir 100 persen (menggunakan mobil listrik), maka kita terlambat,” lanjut dia.
Di tempat yang sama, Gubernur Sumsel, Herman Deru menyambut baik penyelenggaraan ADPMET di Palembang. Melalui rakernas, daerah-daerah penghasil migas dapat memperjuangkan haknya atau setidaknya mengetahui hak-hak yang dapat diterimanya dari kekayaan migas di daerahnya masing-masing.