RADARBANDUNG.id – Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai polemik. Pasalnya, kunjungan kepala negara tersebut menimbulkan kerumunan dan melanggar protokol kesehatan.
Kerumunan Presiden Jokowi pun banyak dibanding-bandingkan dengan kerumunan Habib Rizieq Shihab.
Tak heran, kubu Habib Rizieq banyak bersuara menuntut agar Presiden Jokowi juga merasakan apa yang Habib Rizieq alami saat ini. Yakni diproses secara hukum dan dijadikan tersangka serta mendekam di Rutan Bareskrim Polri.
Terkait ini, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas ikut membandingkan dua kasus kerumunan tersebut.
Ia mengatakan, kasus kerumunan Presiden Jokowi terjadi saat melakukan kunjungan kerja. Sementara, kasus kerumunan Habib Rizieq terjadi saat acara keagamaan.
Menurutnya, pelanggaran prokes itu juga sama-sama dilakukan dua tokoh yang mempunyai pengaruh besar di tengah masyarakat.
Karena itu, Anwar berharap pihak kepolisian bisa bertindak adil secara hukum dalam memperlakukan kasus kerumunan Presiden Jokowi dengan Habib Rizieq tersebut.
“Masalahnya, Pak Jokowi juga sudah melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Habib Rizieq,” ujarnya dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).
Anwar kemudian menganalogikan kasus kerumunan kedua tokoh tersebut.
“Kalau Habib Rizieq ditahan karena tindakannya, maka logika hukumnya, supaya keadilan tegak dan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan para penegak hukum bisa tegak,” jelasnya.
Begitu juga dengan orang nomor satu di Indonesia itu, harus pula ditahan sebagaimana Habib Rizieq Shihab. “Maka Presiden Jokowi tentu juga harus ditahan,” kata Anwar.
Kendati demikian, lanjut Anwar, akan ada konsekuensi sangat besar jika presiden ditahan.
Hal itu berkenaan dengan keberlangsungan pemerintahan dan negara. “Tapi kalau Presiden Jokowi ditahan, negara bisa berantakan,” tegasnya.
Sedangkan ditahannya Habib Rizieq, sambungnya, membuat ummat juga menjadi berantakan. “Padahal kita tidak mau bangsa dan negara serta rakyat dan ummat kita berantakan,” tambahnya.
Sementara itu, Laporan Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas pelanggaran prokes ini ditolak Bareskrim Polri.
Petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) tidak menerbitkan laporan polisi atas kasus tersebut.
Baca Juga:
- Viral Video Jokowi Terobos Hujan di Tengah Sawah Sendirian
- Nah Loh.. Kunker Jokowi Timbulkan Kerumunan, Ini Kata Istana
- Habib Rizieq Jadi Tersangka Tunggal Kerumunan Megamendung
Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, Kurnia mengatakan, petugas SPKT hanya meminta pihaknya membuat surat laporan tertulis yang diberi stampel bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD).
“Pihak kepolisian yang tidak mau menerbitkan Laporan Polisi atas laporan kami terhadap terduga pelaku tindak pidana pelanggaran kekarantinaan kesehatan yakni sang presiden,” kata Kurnia kepada wartawan.
Kurnia mengaku bingung atas ditolaknya laporan polisi kepada Jokowi. “Kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum apakah masih ada di republik ini?,” tanyanya.