RADARBANDUNG.id – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja banyak mendapat penolakan.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) berencana mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sebagai kelanjutan sikap penolakan, KPA akan menggugat UU ini ke Mahkamah Konstitusi.” Ungkap Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika dalam keterangannya, Selasa (6/10).
“Sebab, sistem ekonomi-politik agraria yang ultraneoliberal dalam UU Cipta Kerja dengan cara mendorong liberalisasi lebih luas sumber-sumber agraria dan sistem pasar tanah nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi kita,” tegasnya.
Dewi menyesalkan, lantaran UU Cipta Kerja memperkokoh kapitalisme agraria.
Menurutnya, DPR RI telah sangat gagal menjadi rumah sejati bagi rakyat, hingga bertindak mengelabui rakyat.
Dengan memajukan lebih cepat sidang paripurna pembahasan tingkat II terkait keputusan RUU Cipta Kerja, yang sedianya Kamis, 8 Oktober 2020.
“Sekali lagi, kewibawaan institusi wakil rakyat, DPR RI menghancurkan prinsip keterbukaan proses dan kepercayaan publik,” sesal Dewi.
KPA pun mengecam keras langkah inkontitusional DPR RI tersebut. Ia sangat menyesalkan, DPR RI yang mendapat mandat dari seluruh bangsa untuk menjaga dan menegakkan konstitusi justru malah sebaliknya, inkonstitusional.
Tugas legislasi (produksi UU) seolah segalanya. Sehingga elit politik dan kekuasaan lebih memilih mengingkari UUD 1945 dan UUPA 1960 demi orientasi investasi skala besar.
“Banyak pula keputusan Mahkamah Konsitusi yang menyangkut agraria, hajat hidup petani dan rakyat kecil telah dilanggar dengan disahkannya UU Cipta Kerja,” cetus Dewi.
Baca Juga: Soal UU Cipta Kerja, Ini Kata Ridwan Kamil
Dewi pun lagi-lagi menyesalkan DPR dan Pemerintah telah mengklaim agenda Reforma Agraria menjadi bagian dari keberpihakan UU.
Menurutnya, pejabat publik dan pejabat politik tak memahami bagaimana esensi dan prinsip pokok reforma agraria.
Baca Juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Disahkan, Unduh Isinya di Sini
“Melegitimasi hasrat ekonomi politik ultraneoliberal dengan menggunakan agenda politik kerakyatan reforma agraria sebagai tameng pengesahan UU adalah penyesatan publik,” pungkas Dewi.
(jpc)