Risiko Dibalik Seks sebelum Menikah, Ngeri Juga
RADARBANDUNG.id- Berbeda dengan negara-negara lain, edukasi tentang seks di Indonesia memang bisa dikatakan masih sangat minim diberitahukan kepada pelajar.
Baca Juga: 5 Jenis Barang Ini Ternyata ‘Haram’ untuk Kado, tapi Masih Banyak yang Berikan pada Orang Terdekat
Karenanya, memang tidak heran jika sekarang ini semakin banyaknya remaja yang akhirnya melakukan hubungan seks sebelum menikah. Yang justru ternyata menyimpan bahaya dan risiko yang sangat mengerikan.
Baca Juga: Kebahagiaan Faktanya Memang Bisa Dibeli dengan Uang, Setuju?
Sebenarnya edukasi tentang seks di Indonesia ada juga yang mengajarkan, namun ternyata itu masih keliru. Karena yang diajarkan hanya tentang reproduksinya saja.
Tidak dibarengi dengan penjelasan dampak emosional yang akan ditimbulkan dan masih banyak yang lainnya.
Seperti yang kalian semua mungkin sudah ketahui, efek yang paling jelas melakukan hubungan seks sebelum menikah yakni risiko kehamilan yang ternyata tidak direncanakan.
Baca Juga: Jangan Pernah Pakai ‘Stiker Keluarga’ di Kaca Belakang Mobil, BAHAYA..!!
Sebenarnya efek ini memang sudah banyak yang menyadari, namun ada sebagian orang juga yang masih tetap melakukannya karena kurangnya pemahaman tentang seks.
Secara biologis, ketika seseorang melakukan hubungan seks, tubuh akan mengeluarkan beberapa hormon.
Baca Juga: 7 Cara Efektif Menghilangkan Kecanduan Fast Food
Bukan hanya secara biologis, secara ilmiah, seks melibatkan kita secara neurologis serta psikologis.
Hal tersebut akan membentuk ikatan yang kuat secara mental, emosional, dan fisik, terutama ketika kita melakukannya berulang-ulang.
Endorfin atau hormon bahagia yang dikeluarkan saat melakukan seks bisa membuat ketagihan dan menyebabkan kita ingin mengalaminya berulang-ulang.
Baca Juga: Cara Unik Nonton Konser Musik di Era New Normal, Penontonnya di Dalam Mobil
Hormon lainnya yang dikeluarkan saat melakukan seks yakni hormon oksitosin.
Hormon ini menyebabkan kita terikat pada seseorang selama kontak intim. Beberapa orang menyebutnya “hormon komitmen” atau “molekul monogami”.
Selain itu tekanan dari risiko kehamilan sebelum menikah pun jika di Indonesia pasti ada dari masyarakat sekitar.
(ayu/tipstren)