Fatwa MUI: Salat Jumat 2 Gelombang Hukumnya Tidak Sah

salat tarawih berjamaah Yayasan Asal Oman akan Bangun 1000 Masjid di Jawa Barat
Ilustrasi salat berjamaah di Masjid (Jawapos)

Fatwa MUI: Salat Jumat 2 Gelombang Hukumnya Tidak Sah

RADARBANDUNG.id- Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak memperkenankan praktik salat Jumat secara bergilir atau bergelombang di tengah masa pandemi Covid-19.

Baca Juga: BEM Unpad Minta Menteri Nadiem Ringankan Biaya Kuliah

Hal ini merujuk pada Fatwa MUI No. 5/2000 tentang Pelaksanaan Salat Jumat Dua Gelombang.

“Pelaksanaan salat Jumat dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat ‘udzur syar’i,” kata Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas dalam keteranganya, Kamis (4/6/2020).

Baca Juga: Dadang Naser Berat Hati Izinkan Istrinya Nyalon di Pilbup Bandung

“Namun, jika tidak dapat melaksanakan salat Jum’at disebabkan suatu uzur syar’i hanya diwajibkan melaksanakan shalat zuhur,” sambungnya.

Anwar menegaskan, Fatwa MUI tersebut dipandang masih relevan. Diharapkan dapat menjawab permasalahan yang muncul saat ini. Sebab, Fatwa tersebut dinilai mempunyai pijakan dalil syari’ah yang lebih kuat untuk konteks situasi dan kondisi Indonesia yang merupakan pendapat ulama empat madzhab.

Baca Juga: 15 Daerah di Jabar Belum Ada yang Mencabut PSBB dan Terapkan AKB

Menurut Anwar, hukum asal salat Jumat hanya sekali saja dan hanya dilakukan di satu masjid di setiap kawasan serta dilakukan dengan segera tanpa menunda waktu. Karena setiap masjid menggelar salat Jumat.

“Para ulama dari zaman ke zaman tidak memilih opsi salat Jumat dua gelombang atau lebih di tempat yang sama, padahal mereka sudah membolehkan salat Jum’at di lebih dari satu masjid di satu kawasan, bila keadaan menuntut seperti yang telah diuraikan di atas,” ujar Anwar.

Baca Juga: Ridwan Kamil: 15 Kab/Kota di Jabar New Normal, 12 PSBB, Ini Daftar Lengkapnya

Anwar pun menegaskan, pelaksanaan salat Jumat dua gelombang atau lebih di satu tempat tidak relevan untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada dalil syari’ah yang lemah dan menyelisihi pendapat mayoritas ulama.

“Alasan yang dijadikan dasar kebolehan tersebut di negara-negara dimana umat Islam minoritas, misalnya di Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya. Hal itu tidak bisa dijadikan dalil untuk menetapkan bolehnya hal yang sama di Indonesia, karena situasi dan kondisinya berbeda,” tegas Anwar.

Baca Juga: Tinjau Stasiun Bandung, Ridwan Kamil: Keluar-Masuk Jabar Wajib Punya Surat Keterangan Bebas COVID-19

MUI berpandangan, solusi untuk situasi pandemi Covid-19 saat ini ketika masjid tidak bisa menampung jamaah salat Jumat karena adanya jarak fisik (physical distancing) adalah bukan dengan mendirikan salat Jumat secara bergelombang di satu tempat, tapi dibukanya kesempatan mendirikan salat Jumat di tempat lain, seperti mushalla, aula, gedung olahraga, stadion dan sebagainya.

Hal itu mempunyai dasar argument syari’ah yang lebih kuat dan lebih membawa kemaslahatan bagi umat Islam.

“Bagi jamaah yang datang terlambat dan tidak dapat tempat di masjid serta tidak menemukan tempat salat Jumat yang lain, atau dalam kondisi adanya alasan yang dibenarkan udzur syari, maka wajib menggantinya dengan salat zuhur, sebagaimana disebutkan dalam Fatwa MUI,” tukas Anwar.

(jpc)

Editor : Ali Yusuf

#



Iklan RB Display B

Berita Terbaru

Iklan RB Display C




Berita Terkait News


Iklan RB Display D