RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Warga sekitar hutan Perhutani di kawasan Gunung Manglayang yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) menolak rencana perluasan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Dampak Perluasan Tahura Djuanda di Dinas Kehutanan Jabar yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Jabar, Kadivreg Perhutani Jabar – Banten, Kepala Balai Tahura Djuanda, LMDH, Pemerhati Lingkungan dan Akademisi
Perluasan tersebut dinilai LMDH bisa merusak mata pencaharian masyarakat yang telah lama menggarap lahan di Kawasan Perhutani Bandung Utara. Diantaranya petani kopi, petani rumput gajah untuk KPSBU (Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara) dan karang taruna atau penggerak parawisata di kawasan Gunung Manglayang.
Ketua LMDH Kelompok Tani Mukti Giri Jaya, H. Ipik Sukmara mengatakan, menolak rencana perluasan tersebut karena tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari Balai Tahura Djuanda. Selain itu, adanya tudingan jika masyarakat penggarap lahan hutan sebagai penyebab bencana juga tidak bisa diterima oleh pihaknya yang mewakili 12 LMDH di Gunung Manglayang.
“Belum ada sosialisasi sedikitpun dari Balai Tahura Djuanda sampai sekarang dan saya baru mendapat undangan hari ini (kemarin, red) ke sini. Harusnya Tahura sosialisasi yang bener. Sok.. datang ke atas kita bareng-bareng ke hutan Gunung Manglayang , jangan bicara sebelum ke hutan,” kata H. Ipik di Kantor Dinas Kehutanan Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (13/03/2019).
Menurutnya, selama ini Tahura menuding jika telah terjadi kerusakan dan penggundulan hutan akibat adanya aktifitas masyarakat penggarap lahan Perhutani. Untuk itu, pihaknya menolak tudingan tersebut karena kerusakan terjadi di lahan milik rakyat.
“Lihat kaya apa di dalam hutan, yang gundul teh di sebelah mana ? supaya tahu yang gundul itu hutan lahan Perhutani atau lahan milik rakyat. Jangan kami dikambinghitamkan dan di bilang menyebabkan banjir bandang, padahal lumpur bukan dari kehutanan tapi dari tanah masyarakat,” jelasnya.
Penolakan perluasan lahan sekitar 2.759 hektar tersebut juga lantaran adanya inkonsistensi pemerintah. Pasalnya, rencana serupa pernah mengemuka saat Gubernur Jawa Barat dijabat Ahmad Heryawan tahun 2011, meski akhirnya batal.
“Waktu itu pak Aher bilang tidak perlu ada lagi perluasan Tahura, tapi sekarang setelah Pak Aher pensiun rame lagi. Kepala Balai bicara begitu, tapi kalau besok dia dipindah, aturan mana yang dipakai,” ungkapnya
Sebelumnya, santer diberitakan diberbagai media bahwa kawasan konservasi Tahura Ir. H Djuanda akan diperluas. Wacana tersebut mengemuka setelah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengunjungi Tahura Djuanda beberapa waktu lalu.